PPC Iklan Blogger Indonesia
English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Galeri Foto Kabupaten Grobogan Dari Masa Ke Masa








































READ MORE - Galeri Foto Kabupaten Grobogan Dari Masa Ke Masa

Kabupaten Grobogan Di Awal Sejarah

Berdasarkan perjalanan sejarahnya, Kabupaten Grobogan atau Daerah Grobogan sudah dikenal sejak masa kerajaan Mataram Hindu. Daerah ini menjadi pusat Kerajaan Mataram dengan ibu kotanya di Medhang Kamulan atau Sumedang Purwocarito atau Purwodadi. Pusat kerajaan itu kemudian berpindah ke sekitar kota Prambanan dengan sebutan Medang i Bhumi Mataram atau Medang Mat i Watu atau Medang i Poh Pitu atau Medang ri Mamratipura.
Pada masa kerajaan Medang dan Kahuripan, daerah Grobogan merupakan daerah yang penting bagi negara tersebut. Sedang pada masa Mojopahit, Demak, dan Pajang, daerah Grobogan selalu dikaitkan dengan cerita rakyat Ki Ageng Sela, Ki Ageng Tarub, Bondan Kejawan dan cerita Aji Saka.
Pada masa kerajaan Mataram Islam, daerah Grobogan termasuk Daerah Monconegoro dan pernah menjadi wilayah koordinatif Bupati Nayoko Ponorogo : Adipati Surodiningrat. Dalam masa Perang Prangwadanan dan Perang Mangkubumen, daerah Grobogan merupakan daerah basis kekuatan Pangeran Prangwedana (RM Said) dan Pangeran mangkubumi.
Wilayah Grobogan meliputi daerah Sukowati sebelah Utara Bengawan Solo, Warung, Sela, Kuwu, Teras Karas, Cengkal Sewu, bahkan sampai ke Kedu bagian utara (Schrieke, II, 1957 : 76 : 91 ). Daerah Sukowati ini kemudian sebagian masuk wilayah kabupaten Dati II Sragen antara lain : Bumi Kejawen, Sukowati, Sukodono, Glagah, Tlawah, Pinggir, Jekawal, dan lain-lain. Daerah yang masuk wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Boyolali antara lain lain : Repaking, Ngleses, Gubug, Kedungjati selatan, Kemusu, dan lain-lain.
Sedang daerah Grobogan yang kemudian termasuk wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Grobogan antara lain : Purwodadi, Grobogan, Kuwu, sela, Teras Karas, Medang Kamulan, Warung (Wirosari), Wirasaba (Saba), Tarub, Getas, dan lain-lain.
Dalam pekembangan sejarah selanjutnya, atas ketentuan Perjanjian Giyanti (1755), sebagai wilayah Mancanegara, Grobogan termasuk wilayah Kasultanan bersama-sama dengan Madiun, separuh Pacitan, Magetan, Caruban, Jipang (Bojanegara), Teras Karas (Ngawen), Sela, Warung (Kuwu-Wirosari) (Sukanto, 1958 : 5-6).
Dalam perjanjian antara GG Daendels dengan PAA Amangkunegara di Yogyakarta, tertanggal Yogyakarta, 10 Januari 1811, ditetapkan, bahwa uang-uang pantai yang harus dibayar oleh Guperman Belanda di hapus. Kedua, kepada Guperman Belanda di serahkan sebagian dari Kedu (daerah Grobogan), beberapa daerah di Semarang, Demak, Jepara, Salatiga, distrik-distrik Grobogan, Wirosari, Sesela, Warung, daerah-daerah Jipang,dan Japan. Ketiga, kepada Yogyakarta diberikan daerah-daerah sekitar Boyolali, daerah Galo (?), dan distrik Cauer Wetan (?) (Ibid. : 77).
Pada masa Perang Diponegoro, daerah Grobogan, Purwodadi, Wirosari, Mangor (?), Demak, Kudus, tenggelam dalam api peperangan melawan Belanda (Sagimun MD, 1960: 32, 331- 332).
Begitulah Kabupaten Grobogan, daerah yang selalu bergolak di sepanjang sejarahnya untuk menunjukkan identitasnya sebagai daerah yang penuh daya dan semangat untuk hidup bebas merdeka. Bahkan sampai masa pergerakan Nasional dan masa kemerdekaan dan sesudahnya, rakyat Kabupaten Grobogan sangat besar andilnya dalam merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan bangsa dan negara Republik Indonesia.

Kabupaten Grobogan di Awal Sejarah
Berdasarkan isi dan pola penyajian, yang bersumber pada Serat Sindula atau serat Babad Pajajaran Kuda Laleyan dan Serat Witoradyo, cerita Aji Saka merupakan cerita legendaris, dimana di sana dimunculkan kepahlawanan seorang tokoh dalam lingkup Budaya Jawa (Schrike, Jl: 77; Raffles, 1978: 212).
Di lain pihak cerita Aji Saka di daerah Kabupaten Grobogan juga merupakan cerita Mitologis, yaitu cerita yang bersangkut paut dengan kepercayaan asli masyarakat. Oleh karena itulah maka cerita dalam penyajiannya, cerita Aji Saka diciptakan dalam bentuk cerita "lambang" bagi penetrasi budaya Hindu di Jawa.  
Di sini cerita Aji Saka dapat dikelompokkan sebagai cerita yang mengandung unsur-unsur mesianis, yaitu karya penyelamatan umat manusia dari kehancuran. Aji saka sebagai Masias menghancurkan penguasa kejam : Dewata Cengkar. Beberapa data dari sumber tradisional juga terdapat dalam :
a.   J. Kats, I, 1950: Punika Pepethikan saking Serat-serat Jawi Ingkang Tanpa Sekar. (Hal. 3-5).
Nyai Randa wicanten dhateng Aji Saka, "Negara kene wis misuwur yen ana Brahmana sekti mandraguna, bagus isih enom, limpad ing ngelmu panitisan, pingangkane saka Sabrang anga jawa". Aji Saka gumujeng amangsuli, "Dora ingkang awartos puniko, angindhakaken ing kayektosanipun. Wondene ingkang kawartos puniko inggih kula".
b.    Primbon Jayabaya, Tan Khoen Swie, Kediri, 1931: (hal. 10;27)
Jangaran jaman Kala Dwapara ... Prabu Sindula, Galuh turun kapindho, jejuluk Sri Dewata Cengkar, angedhaton ing Mendhang Kamulan. Iku Ratu luwih niyaya, mangsa padha manungsa. Tan antara lama kasirnakake prajurit saka tanah Ngarab jejuluk Empu Aji Saka ... Karsaning Pangeran Sang Aji Saka jumeneng Nata ing Sumedhang Purwacarita, jejuluk Sri Maha Prabu Lobang Widayaka.
c.   Serat Jangka Jagad, Kwa Giok Jing, Kudus, 1957 : hal. 51.
Lha ing kono tanah Jawa banjur ana kang jumeneng nata kang karen mangan daging manungso, yaitu Ratu Dewata Cengkar, nata ing Medhang Kamulan. Ora lawas banjur ketekan sawijining Brahmana saka ing tanah Ngarab, juluk Aji Saka. Brahmana sekti mandraguna kang bisa ngasorake Prabu Dewata Cengkar … 
d.   RNG. Ronggowarsito, Serat Witoradyo, III. Surakarta: Albert Rusche & Co, 1922: hal. 11-23.
Diceritakan, bahwa di tanah Lampung berdiri sebuah kerajaan dengan rajanya Prabu Isaka berasal dari tanah Hindu. Sang Prabu Isaka turun takhta dan digantikan oleh Patihnya bernama Patih Balawan. Kemudian dengan empat orang pengiringnya, Sang Isaka yang telah menjadi seorang Brahmana pergi ke tanah Jawa dan tiba di Ujung Kulon (Kulon ?). Di situ mendirikan perguruan dan dia sebagai gurunya dengan gelar Sang Mudhik Bathara Tupangku. Muridnya bertambah banyak. Di dalam perguruan itu diajarkan ilmu kesusastraan, ilmu penitisan (inkarnasi), dan ilmu keagamaan. Beberapa lama di Ujung Kulon, dia pergi ke Galuh dan kemudian terus mengembara ke tanah timur. Sampailah di negara Medhang Kamulan yang rajanya bernama Prabu Dewata Cengkar.
Dari kutipan di atas, kita ketahui bahwa Aji Saka adalah seorang raja yang kemudian meninggalkan takhta kerajaannya dan menjadi seorang Brahmana. Berarti dia adalah penganut agama Hindu. Sebab sebutan untuk Brahmana. Berarti dia adalah penganut agama Hindu. Sebab sebutan untuk Brahmana agama Budha adalah bhiksu. Tetapi dari data historis tokoh Aji Saka tidak pernah ada (hidup). Dengan demikian tokoh ini merupakan tokoh bayangan. Dia diadakan untuk menunjukkan adanya pengaruh Hinduisme dalam masyarakat Jawa. Kebetulan pada waktu itu keadaan masyarakat Mendhang Kamulan sedang resah. Kesempatan ini digunakan oleh Aji Saka (baca umat Hindu) untuk menyebarkan agama Hindu di masyarakat Mendhang Kamulan. Hal ini dikiaskan dalam lambang "desthar" (ikat kepala). Tradisi Jawa menggunakan ikat kepala. Sedang kepala adalah tempat otak, pikir, nalar. Di otak itulah tersimpan segala macam ilmu pengetahuan manusia. Ikat kepala tadi ketika ditebarkan (di jereng) dapat menutupi seluruh Wilayah Mendhang Kamulan. Di sinilah pengikut Prabu Dewata Cengkar harus mengakui kekalahan berebut pengaruh, dan harus menyingkir dari negeri Medhang (dikiaskan dengan menyeburkan diri ke laut menjadi seekor buaya putih).
Ketika Aji Saka menjadi raja, ditandai dengan sengkalan "nir wuk tanpa jalu" yang menunjukkan angka tahun 1000 Saka atau 1078 Masehi. Tahun Saka diciptakan berdasarkan peringatan penobatan Prabu Kanishka di India pada tahun 79 M = 1 Saka. Tahun Saka mengikuti peredaran Matahari. Di Jawa terdapat tradisi penggunaan sengkalan tersebut. Apabila menggunakan perhitungan tahun Matahari, disebut Surya Sengkala, dan bila menggunakan perhitungan peredaran Bulan di sebut Candra Sangkala. Lahirnya Candra Sangkala adalah sejak masa Sultan Agung Hanyakrakusuma (1613-1645) menciptakan Tahun Jawa dengan perhitungan peredaran Bulan (sejak 1555 Saka atau tahun 1633 Masehi).
Sengkalan adalah perhitungan tahun yang diujudkan dalam bentuk rangkaian kata menjadi kalimat atau berupa gambar yang menunjukkan angka tahun. Kalimat itu harus menggambarkan keadaan pada waktu tahun itu. Tujuan untuk memperingati suatu peristiwa penting dalam kehidupan manusia dalam masyarakat dan bernegara.
Sengkalan dalam bentuk kalimat disebut Sengkalan Lamba, sedang sengkalan yang diujudkan dalam bentuk gambar atau benda, disebut Sengkalan Memet. Tiap kata dalam kalimat atau gambar diberi nilai yang berbeda-beda antara 0 (nol) sampai angka 9 (sembilan) dengan mengingat akan adanya guru dasanama, guru karya, guru jarwa, dan sebagainya.
Beberapa contoh Sengkalan Lamba antara lain :
  1.  Srutti Indriya Rasa : termuat dalam prasasti Canggal atau prasasti Gunung Wukir dari Rakai Sang Ratu Sanjaya. Berangka tahun 654 Saka atau 732 Masehi, merupakan Sengkalan tertua yang pernah kita temukan.
  2.  Nayana Wayu Rasa : termuat dalam prasasti Dinaya dari raja Gajayana di "Candi Badut" dekat Malang. Sengkalan itu berangka 682 Saka atau 760 Masehi.
  3.  Nir Wuk Tanpa Jalu : termuat dalam Serat Kanda, berangka tahun 1000 Saka atau 1078 Masehi. Merupakan tahun penobatan Aji Saka jadi raja di Medhang Kamulan dengan gelarnya Prabu Jaka atau Empu Lobang Widayaka.
  4.  Sirna Hilang Kertaning Bumi : termuat di dalam Serat Kanda, berangka Tahun 1400 Saka ? Tahun 1478 Masehi. Sebagai pertanda keruntuhan Keprabuan Mojopahit.
Beberapa contoh Sengkalan Memet :
  1.  Di atas Panggung Sanggabhuwana yang terletak di halaman dalam istana Kasunanan Surakarta, terdapat bentuk ular naga bersayap yang dinaiki oleh manusia. Bila dibaca berbunyi : Naga Muluk Tinitihan Janma, berangka tahun 1708 Jawa atau 1781 Masehi.
  2.  Panggung tersebut dapat pula dibaca : Panggung Luhur Sangga Bhuwana. Artinya: panggung = pa agung bernilai 8; luhur bernilai 0 (nol); Sangga adalah perkumpulan para pendeta Budha bernilai 7 (tujuh); dan bhuwana bernilai 1 (satu), jadi 1708 Jawa atau 1781 Masehi. Atau dapat pula di baca : pa-agung (8); song (9); ga angka Jawa bernilai 1 (satu); bhuwana bernilai 1 (satu). Jadi 1198 Hijrah atau 1781 Masehi. Sengkalan ini sebagai peringatan pembuatan panggung tersebut.
  3.  Di dalam wayang kulit purwa terdapat wayang Bathara Guru naik di atas hewan Lembu Nandini. Di baca : Sarira Dwija Dadi Ratu. Bernilai 1478 Saka atau 1556 Masehi, ialah peringatan ketika Sultan Demak membuat wayang kulit purwo sebagai sarana dakwah Islam.
  4.  Ketika Sultan Agung membuat wayang kulit purwo, maka dibuatlah wayang kulit Buta Rambut Geni yang merupakan sengkalan pula. Bila dibaca : Jalu Buta Tinata Ing Ratu. Bernilai tahun 1553 Saka atau 1631 Masehi.
Di atas telah disinggung sengkalan Nir Wuk Tanpa Jalu. Sengkalan ini dihubungkan dengan waktu penobatan Aji Saka menjadi raja di Medhang Kamulan setelah dapat mengalahkan Prabu Dewata Cengkar. Bukti sejarah berupa prasasti misalnya, tidak kita temukan. Dari kenyataan sejarah, Tahun 1078 Masehi, pusat kerajaan berada di Jawa Timur sekarang, atau di daerah Manca Nagari zaman kerajaan (daerah Grobogan?), yaitu kerajaan Mendhang dan Kahuripan zaman Mpu Sendok dan Airlangga. Atau dapat juga pada masa Kerajaan Jenggala, Panjalu, Ngurawan dan Singasari, empat sekawan yang berdiri bersama sebagai hasil pembagian wilayah pada masa akhir pemerintahan Raja Airlangga. 
Secara geografis, sekarang wilayah Kabupaten Grobogan memang terletak di daerah Propinsi Dati I Jawa Tengah. Namun pada waktu itu negara medhang tidak terletak di Bumi Mataram (Kedu), tetapi di luarnya, yang pendapat umum ditafsirkan di daerah Jawa Timur. 
Pada Tahun 1078 M terdapat keturunan raja Airlangga yang berkuasa, yaitu Sri Maharaja Sri Garasakan serta Sri Maharaha Mapanji Alanyung Ahyes. Sudah barang tentu tokoh Aji Saka tidak dapat disamakan dengan masa Airlangga dan sesudahnya berdasarkan data-data sejarah yang ada, tidak terjadi perebutan pengaruh agama, tetapi memang ada gejala perebutan kekuasaan politik. Hal ini dikiaskan dalam cerita Panji Panuluh. Justru perebutan pengaruh di bidang keagamaan terjadi di masa Mataram, yaitu masa Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra berbarengan berkuasa di Mataram. Dinasti Sanjaya menganut Agama Hindu, sedang dinasti Syailendra menganut agama Budha Mahayana. Masa perebutan pengaruh itu tampak jelas pada masa Rakai Pikatan (Dinasti Sanjaya) dan Samarottungga Balaputera (Dinasti Syailendra). Taktik yang digunakan oleh Pikatan untuk memperoleh pengaruh yang lebih besar adalah dengan cara : dia kawin dengan salah seorang puteri Syailendra, kakak Balaputera, yaitu Ratu Prarnodhawardani atau Sri Kahulunan. Peperangan antara Rakai Pikatan melawan Balaputera memang terjadi berdasarkan prasasti Ratu Baka (856 M = 778 Saka : Wulong Gunung Sang Wiku). Perang diakhiri dengan kemenangan di pihak Rakai Pikatan (Hindu). Sedang agama Budha (Balaputera) dalam peristiwa tersebut kalah dan menyingkir ke Swarnadwipa (Sumatra) dan menjadi raja Sriwijaya tempat penyebaran agama Budha di Asia Tenggara. 
Atas dasar kenyataan sejarah tersebut, maka cerita Aji Saka harus ditafsirkan sebagai ceritera lambang yang sangat kuat mengandung unsur mitologis. 
Kita ketahui, bahwa Sengkalan Nir Wuk Tanpa Jalu, arti harafiahnya adalah Hilang Rusak Tanpa Susuh (ayam jantan) atau Hilang Rusak Tanpa Kekuatan Laki-Laki. Maksudnya negara atau masyarakat kacau tanpa kekuatan laki-laki. Maksudnya negara atau masyarakat kacau tanpa kekuatan, karena tenaga laki-laki "dimakan" oleh Dewata Cengkar, sebagai kias bagi mereka yang diperkerjakan untuk membangun bangunan suci berupa candi-candi yang tidak sedikit jumlahnya. Misalnya: candi Borobudur, Pawon, mendhut, Sari, Kalasan, Sewu, Ratu Baka, dan lain-lain. Inilah gambaran masa akhir bagi kerajaan Medhang di bhumi Mataram! 

Sekarang dimanakah letak Kerajaan Medhang Kamulan itu ? 
Perkataan Medhang (Mendhang) Kamulan terdiri dari dua kata: Medhang dan Kamulan. perkataan Medhang (Mendhang) berarti "ibu kota". Buktinya : 
  1.  Prasasti Kedu (Mantyasih) yang lebih dikenal dengan nama Prasasti Balitung, bertahun 907 M ditemukan di desa Kedu. Antara lain menyebutkan : "rahyang tarumuhun ri Medhang ri Poh Pitu". (Slamet Mulyono, Sriwijaya: hal. 147). Artinya pembesar-pembesar terdahulu yang memerintah di Medhang Poh Pitu, atau pembesar-pembesar yang memerintah terdahulu yang beribu kota di Poh Pitu. 
  2.  Prasasti Tengaran (Jombang, Jawa Timur) memindahkan Ibu kota Mendhang dari Poh Pitu ke Mamratipura, dan raja Wawa mengatakan ibukotanya "ri Mendhang ri Bhumi Mataram", artinya "di Medhang di Bumi Mataram". Dan nama ibukota ini dalam prasasti Tengaran tersebut disebut pula "Medhang i Bumi Mat i Watu" yang artinya "Ibukota di Bhumi Mat i Watu" (Caspaaris, I, 1950 : hal. 39-42).
Jadi jelas bahwa Medhang menjadi ibukota kerajaan Mataram, kota ini sebagai "kuthagara"nya di Mataram. 
Sedang Kamulan berasal dari kata dasar "mula" mendapatkan awalan "ka" dan akhiran "an", membentuk kata benda. Arti "mula" adalah awal, asal, atau akar. Untuk memperoleh penjelasan tentang "mula" tersebut, perlu dikemukakan contoh-contoh yang diajukan oleh Casparis dalam Prasasti Indonesia I (1950). 
Batu dari Siman, Kediri (OJO 28) menyebutkan beberapa kali "Sang Hyang Dharma Kamulan", yang artinya "Mula Sang Hyang Dharma" Maksudnya adalah "pendahlu yang telah tiada, atau sebuah tempat pemakaman nenek moyang". Selanjutnya dalam Prasasti Singasari disebutkan (OJO 38) "apan ngakai gunung wangkali kamulan Kahyangan ia pangawan" yang artinya "sebab inilah gunung Wangkali dari Kahyangan di Pangawan". Jadi disini kata "mula" berhubungan dengan "gunung suci?, pendahulu, cikal bakal aatau suci. 
Dalam Prasasti Karangtengah (824 M) diceritakan bahwa Ratu Puteri Pramodhawardhani (Sri Kahuluan dan Prasasti Sri Kahuluan th 842) mendirikan "Kamulan" di Bhumi Sambhara (Budhara) atau bangunan suci Borobudur. Di sini arti "Kamulan" adalah makam nenek moyang dan tempat pemujaan. 
Dari penjelasan di atas kita dapat menduga mungkin yang dimaksudkan dengan kata "mula" di sini adalah "asal, cikal bakal, awal atau permulaan kejadian." Jadi Medhang Kamulan berarti ibukota yang mula pertama atau asal kejadian. 
Sekarang timbul pertanyaan: Di manakah letak ibukota tersebut? melihat sebutan- sebutan ibukota seperti Medhang i Poh Pitu, Medhang i Mat i Watu, Medhang ri Mamratipura, ri Medhang ri Bhumi Mataram, menimbulkan kesan pada kita, bahwa agaknya ibukota tersebut selalu berpindah-pindah tempat, sebab mungkin terdesak oleh penguasa lain, bencana alam dan lain-lain. Sehingga ibukota kerajaan : Mojopahit : dari Mojopahit ke Sengguruh; dari Mojopahit ke Bintara, Demak; Mataram : dari Kerta ke Plered; dari Plered ke Wanakerta atau kartosuro,  dan dari Kartosuro berpindah ke Surakarta, dan sebagainya. 
Beberapa ahli menunjuk letak kota Medhang sebagai berikut : 
  1. Di sekitar Prambanan, sebab disitu banyak peninggalan sejarah berupa candi. Maka disitu pulalah pusat ibukota kerajaan Medhang. Inilah pendapat Krom, (1957 : 40). Juga dalam cerita Bandung Bandawasa berperang dengan Prabu Baka di Prambanan dan cerita terjadinya Candi Sewu dan Candi Lara Jonggrang berlokasi di Prambanan. (Ranggawarsito, III, 1922). 
  2.  Letaknya di Purwodadi, daerah Grobogan, sebab di situ terdapat desa Medhang Kamulan, Kesanga, dan sebagainya yang berkaitan dengan Ceritera Aji Jaka Linglung. Serta di desa Kesanga terdapat puing-puing bekas istana kerajaan yang diduga bekas istana kerajaan Medhang. (Raffles, 1978). 
  3.  Pendapat purbacarka dalam bukunya "Enkele Oud platsnamen" dalam TBG, 1933, menyatakan bahwa letak Medhang Kamulan di sekitar Bagelen (Purworejo), sebab di daerah itu terdapat desa bernama Awu-awu langit dan desa Watukura. Dyah Watukura adalah nama lain bagi Balitung, salah seorang keturunan Raja Sanjaya. Desa Awu-awu langit artinya mendung atau Medhang
Dari beberapa pendapat tersebut, yang jelas bahwa ibukota kerajaan Mataram selalu berpindah-pindah. Sebagai ibukota permulaan adalah Purwodadi, daerah Grobogan, kemudian berpindah ke sekitar Prambanan, kemudian berpindah ke daerah Kedu Bagelen, dan berpindah ke Prambanan lagi, baru sesudah itu berpindah ke Jawa Timur. 
Alasan menentukan ibukota pertama di Purwodadi adalah : 
  1.  "Purwa" berarti "permulaan" (Jawa: kawitan). "Dadi" artinya "jadi" (Jawa : Dumadi). Yang mula-mula jadi, purwaning dumadi, sangkan paraning dumadi. Hal ini dikaitkan dengan ceritera Aji Saka dengan Carakan Jawanya yang mengandung hidup, dan kehidupaan manusia "Manunggaling Kawula Gusti", dari sejak asal mula manusia di dunia ini. 
  2.  Bila kita tinjau letak geografisnya, memang lebih sesuai, sebab didaerah tersebut mudah mencari air, padahal setiap makhluk membutuhkan air. Daerah ini memanfaatkan air sungai Lusi dan beberapa anak sungainya untuk lalu lintas, pengairan kebutuhan hidup sehari-hari. Lagi puia daerah ini tidak jauh dari laut, bahkan mungkin terletak di tepi pantai Laut Jawa. 
  3.  Di dalam Primbon Jayabaya (hal.27) dikatakan bahwa Aji Saka naik takhta di negara Sumedang Purwacarita. Perkataan "Sumedhang" di sini bukanlah kota Sumedang di Jawa Barat sekarang, tetapi dimaksudkan kota Medhang yang sangat baik. Jadi Sumedang Purwacarita artinya ibukota Medhang yang sangat baik bagi (negara) Purwacarita. Purwa berarti permulaan; carita berarti cerita, kejadian, purwaning dumadi, sangkan paraning dumadi. Dengan demikian Sumedhang Purwacarita identik dengan Medhang (Mendhang) Kamulan yang lahir di Mataram (negeri ibu, ibu pertiwi) yang pertama kali.

Selanjutnya bagaimana cerita tentang Grobogan ? 
Menurut cerita tutur yang beredar di daerah Grobogan, suatu ketika pasukan Demak di bawah pimpinan Sunan Ngudung dan Sunan Kudus menyerbu ke pusat kerajaan Mojopahit. Dalam pertempuran tersebut pasukan Demak memperoleh kemenangan gemilang. Runtuhlah kerajaan Mojopahit. Ketika Sunan Ngundung memasuki Istana, dia menemukan banyak pusaka Mojopahit yang ditinggalkan. Benda-benda itu dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam sebuah grobog, kemudian dibawa sebagai barang boyongan ke Demak. 
Peristiwa tersebut sangat mengesankan hati Sunan Ngudung. Sebagai kenangan, maka tempat tersebut diberi nama Grobogan yaitu tempat berupa grobog. 
Di atas dijelaskan, bahwa grobog adalah sebuah kotak persegi panjang yang digunakan untuk menyimpan uang atau barang yang dibuat dari kayu. Kadang-kadang berbentuk bulat, agar mudah membawanya dan dengan cepat dapat diselamatkan apabila ada bahaya mengancam, misalnya bahaya kebakaran. Tetapi grobog juga dapat berarti kandang yang berbentuk kotak untuk mengangkut binatang buas (misalnya: harimau) hasil tangkapan dari perburuan. Grobog tersebut dapat juga digunakan sebagai alat penangkap harimau. Grobog ini biasa disebut Grobog atau bekungkung (bila kecil disebut: jekrekan untuk menangkap tikus) (Geriecke dan Roorda, 1901 : 569). 
Dari penjelasan diatas, Grobogan berasal dari kata Grobog yang dalam salam ucapnya menjadi "grogol". yaitu alat penangkap binatang buas. Di Kotamadya Surakarta terdapat kampung bernama Grogolan, yang dahulu tempat mengumpulkan harimau hasil perburuan (digrogol atau dikrangkeng). Di perbatasan Kotamadya Surakarta dengan Kab. Dati II Sukoharjo terdapat desa yang bernama desa Grogol, Kec. Grogol, ialah daerah perburuan Sunan Surakarta dan Pajang pada zaman kerajaan. 
Sejalan dengan penjelasan di atas maka Grobogan adalah sebuah daerah yang digunakan sebagai daerah perburuan. Dan ternyata daerah ini merupakan daerah perburuan Sultan Demak (Atmodarminto, 1962 : 119) atau merupakan daerah persembunyian para bandit dan penyamun zaman Kerajaan Demak Pajang (Atmodarminto, 1955 : 123). Pada zaman Kartasura daerah ini merupakan daerah tempat tinggal tokoh-tokoh gagah berani dalam berperang (Babad Kartosuro, 79), misalnya : Adipati Puger, Pangeran Serang, Ng. Kartodirjo, dan lain-lain. 
Samana jeng Suitan karsa lelangen, amburu sato ing wanadri, Trenggono kadherekaken para abdi, mring Sela wus laju maring anggrogol sato wana. (Admadarminto, 1062 : 19). 

Dalam abad XIX daerah Grobogan merupakan daerah persembunyian para pahlawan rakyat penentang kekuasaan kolonial Belanda, bersama-sama dengan daerah Sukowati. Daerah ini sangat cocok sebagai daerah persembunyian, karena merupakan daerah hutan jati yang lebat dan berbukit-bukit.



Sumber: Grobogan.co.id
READ MORE - Kabupaten Grobogan Di Awal Sejarah

Sejarah Berkembangan Dan Penyebaran Bahasa Jawa

Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan penduduk suku bangsa Jawa terutama di beberapa bagian Banten terutama di kabupaten Serang dan Tangerang, Jawa Barat khususnya kawasan Pantai utara terbentang dari pesisir utara Karawang, Subang, Indramayu dan Cirebon, Jawa Tengah & Jawa Timur di Indonesia.

Penyebaran Bahasa Jawa
Penduduk Jawa yang berpindah ke Malaysia turut membawa bahasa dan kebudayaan Jawa ke Malaysia, sehingga terdapat kawasan pemukiman mereka yang dikenal dengan nama kampung Jawa, padang Jawa. Di samping itu, masyarakat pengguna Bahasa Jawa juga tersebar di berbagai wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kawasan-kawasan luar Jawa yang didominasi etnis Jawa atau dalam persentase yang cukup signifikan adalah : Lampung (61%), Bengkulu (25%), Sumatra Utara (antara 15%-25%). Khusus masyarakat Jawa di Sumatra Utara ini, mereka merupakan keturunan para kuli kontrak yang dipekerjakan di berbagai wilayah perkebunan tembakau, khususnya di wilayah Deli sehingga kerap disebut sebagai Jawa Deli atau Pujakesuma (Putra Jawa Kelahiran Sumatera). Sedangkan masyarakat Jawa di daerah lain disebarkan melalui program transmigrasi yang diselenggarakan semenjak jaman penjajahan Belanda.

Selain di kawasan Nusantara ataupun Malaysia. Masyarakat Jawa juga ditemukan dalam jumlah besar di Suriname, yang mencapai 15% dari penduduk secara keseluruhan, kemudian di Kaledonia Baru bahkan sampai kawasan Aruba dan Curacao serta Belanda. Sebagian kecil bahkan menyebar ke wilayah Guyana Perancis dan Venezuela.

Fonologi
Dialek baku bahasa Jawa, yaitu yang didasarkan pada dialek Jawa Tengah, terutama dari sekitar kota Surakarta dan Yogyakarta memiliki fonem-fonem berikut:

Vokal: Depan Tengah Belakang i u e Y o ([) (T) a
Konsonan: Labial Dental Alveolar Retrofleks Palatal Velar Glotal Eksplosiva p b t d ˆ V tƒ d’ k g ” Frikatif s (‚) h Likuida & semivokal w l r j Sengau m n (s) r K
Perhatian: Fonem-fonem antara tanda kurung merupakan alofon.

Penjelasan Vokal
Tekanan kata (stress) direalisasikan pada suku kata kedua dari belakang, kecuali apabila sukukata memiliki sebuah pepet sebagai vokal. Pada kasus seperti ini, tekanan kata jatuh pada sukukata terakhir, meskipun sukukata terakhir juga memuat pepet. Apabila sebuah kata sudah diimbuhi dengan afiks, tekanan kata tetap mengikuti tekanan kata kata dasar.

Contoh: /jaran/ (kuda) dilafazkan sebagai [j'aran] dan /pajaranan/ (tempat kuda) dilafazkan sebagai [paj'aranan].
Semua vokal kecuali /Y/, memiliki alofon. Fonem /a/ pada posisi tertutup dilafazkan sebagai [a], namun pada posisi terbuka sebagai [T].
Contoh: /lara/ (sakit) dilafazkan sebagai [l'TrT], tetapi /larane/ (sakitnya) dilafazkan sebagai [l'arane]
Fonem /i/ pada posisi terbuka dilafazkan sebagai [i] namun pada posisi tertutup lafaznya kurang lebih mirip [e].
Contoh: /panci/ dilafazkan sebagai [p'arci] , tetapi /kancil/ kurang lebih dilafazkan sebagai [k'arcel].
Fonem /u/ pada posisi terbuka dilafazkan sebagai [u] namun pada posisi tertutup lafaznya kurang lebih mirip [o].
Contoh: /wulu/ (bulu) dilafazkan sebagai [w'ulu] , tetapi /ˆuyul/ (tuyul) kurang lebih dilafazkan sebagai [ˆ'uyol].
Fonem /e/ pada posisi terbuka dilafazkan sebagai [e] namun pada posisi tertutup sebagai [[]. Contoh: /lele/ dilafazkan
sebagai [l'ele] , tetapi /bebek/ dilafazkan sebagai [b'[b[”].
Fonem /o/ pada posisi terbuka dilafazkan sebagai [o] namun pada posisi tertutup sebagai [T].
Contoh: /loro/ dilafazkan sebagai [l'oro] , tetapi /boloK/ dilafazkan sebagai [b'TlTK].
Penjelasan Konsonan Fonem /k/ memiliki sebuah alofon. Pada posisi terakhir, dilafazkan sebagai [”]. Sedangkan pada posisi tengah dan awal tetap sebagai [k].
Fonem /n/ memiliki dua alofon. Pada posisi awal atau tengah apabila berada di depan fonem eksplosiva palatal atau retrofleks, maka fonem sengau ini akan berubah sesuai menjadi fonem homorgan. Kemudian apabila fonem /n/mengikuti sebuah /r/, maka akan menjadi [s] (fonem sengau retrofleks).
Contoh: /panjaK/ dilafazkan sebagai [p'arjaK], lalu /anVap/ dilafazkan sebagai [”'asVap]. Kata /warna/ dilafazkan sebagai [w'arsT].
Fonem /s/ memiliki satu alofon. Apabila /s/ mengikuti fonem /r/ atau berada di depan fonem eksplosiva retrofleks, maka akan direalisasikan sebagai [‚].
Contoh: /warsa/ dilafazkan sebagai [w'ar‚T], lalu /esˆi/ dilafazkan sebagai [”'e‚ˆi].

Fonotaktik
Dalam bahasa Jawa baku, sebuah sukukata bisa memiliki bentuk seperti berikut: (n)-K1-(l)-V-K2.
Artinya ialah Sebagai berikut:
- (n) adalah fonem sengau homorgan.
- K1 adalah konsonan eksplosiva ata likuida.
- (l) adalah likuida yaitu /r/ atau /l/, namun hanya bisa muncul kalau K1 berbentuk eksplosiva.
- V adalah semua vokal. Tetapi apabila K2 tidak ada maka fonem /Y/ tidak bisa berada pada posisi ini.
- K2 adalah semua konsonan kecuali eksplosiva palatal dan retrofleks; /c/, /j/, /ˆ/, dan /V/.
Contoh:
- a
- an
- pan
- prang
- njlen

Dialek-Dialek Bahasa Jawa
Bahasa Jawa pada dasarnya terbagi atas dua klasifikasi dialek, yakni :
- Dialek daerah, dan
- Dialek sosial

Karena bahasa ini terbentuk dari gradasi-gradasi yang sangat berbeda dengan Bahasa Indonesia maupun Melayu, meskipun tergolong rumpun Austronesia. Sedangkan dialek daerah ini didasarkan pada wilayah, karakter dan budaya setempat. Perbedaan antara dialek satu dengan dialek lainnya bisa antara 0-70%. Untuk klasifikasi berdasarkan dialek daerah, pengelompokannya mengacu kepada pendapat E.M. Uhlenbeck, 1964, di dalam bukunya : "A Critical Survey of Studies on the Languages of Java and Madura", The Hague: Martinus Nijhoff[1].

Kelompok Bahasa Jawa Bagian Barat
- Dialek Banten
- Dialek Cirebon
- Dialek Tegal
- Dialek Banyumasan
- Dialek Bumiayu (peralihan Tegal dan Banyumas)

Kelompok pertama di atas sering disebut bahasa Jawa ngapak-ngapak.
Kelompok Bahasa Jawa Bagian Tengah :
- Dialek Pekalongan
- Dialek Kedu
- Dialek Bagelen
- Dialek Semarang
- Dialek Pantai Utara Timur (Jepara, Rembang, Demak, Kudus, Pati)
- Dialek Blora
- Dialek Surakarta
- Dialek Yogyakarta
- Dialek Madiun

Kelompok kedua di atas sering disebut Bahasa Jawa Standar, khususnya dialek Surakarta dan Yogyakarta.

Kelompok Bahasa Jawa Bagian Timur :
- Dialek Pantura Jawa Timur (Tuban, Bojonegoro)
- Dialek Surabaya
- Dialek Malang
- Dialek Jombang
- Dialek Tengger
- Dialek Banyuwangi (atau disebut Bahasa Osing)

Kelompok ketiga di atas sering disebut Bahasa Jawa Timuran.
Dialek sosial dalam Bahasa Jawa berbentuk sebagai berikut :
- Ngoko
- Ngoko andhap
- Madhya
- Madhyantara
- Kromo
- Kromo Inggil

                                         
READ MORE - Sejarah Berkembangan Dan Penyebaran Bahasa Jawa

Cara Membuat Tema Android Sendiri

Bosan dengan tema android yang sekarang kamu pakai? Kamu mau membuat kreasi tema android dengan icon sendiri. Saya punya triknya. Sebelum melanjutkan baca dulu keterangan di bawah biar tidak salah paham:
Trik ini bukan membuat tema/launcher android sebagai ‘stand alone apps’, namun trik untuk membuat tema Go launcher kreasi sendiri.
Program ini memerlukan Java JDK, jadi kamu harus memastikan bahwa kamu harus menginstall Java JDK dulu di komputermu.
Sebenarnya Go launcher sudah memiliki pengaturan kustomisasi yang sangat lengkap, seperti mengganti wallpaper, background menu icon, hingga mengganti icon pack dengan tema lain yang sudah terinstall, namun tentu saja kamu sangat bangga dengan tema kamu yang tercantum namamu dan icon kreasimu.

Nama programnya GO ThemesFactory, kamu dapat membuat tema kreasi sendiri dan bahkan dapat mengedit tema yang sudah anda. Berikut langkah singkatnya.
  1. Download dan install Java JDK di komputermu
  2. Download GO ThemesFactory.
  3. Extract file zip, klik ‘themefactorybeta’, karena file installer ini berukuran kecil atau versi onlinenya, maka anda harus sabar menunggu program ini terinstall secara online, pastikan anda punya koneksi internet yang stabil (kira-kira 10 menit).
  4. Setelah berhasil terinstall, program akan terbuka. Program ini punya menu yang komplit.
  5. Klik ‘New’, dan isi nama tema anda dan pilih folder tempat simpannya di  C:/3G_GoLauncher_Dev_ThemesFactory
  6. Buatlah kreasi anda sendiri, anda bisa ganti wallpaper, menu icon background, icon apps, icon base dan sebagainya.
  7. Ketika kreasimu siap, klik save dan klik menu ‘Export’
  8. Selamat, kamu berhasil buat tema sendiri! Anda siap menstranfer tema kreasi anda ke android kesayanganmu. (file apk yang baru dibuat tersimpan di folder dimana kamu men-extract file zip dan menginstall go themefactory.

Download GO ThemesFactory

Download Java JDK

Beberapa Tema Go Launcher kreasi saya.
READ MORE - Cara Membuat Tema Android Sendiri

Cara Rooting Smartfren Andromax C

Cara Rooting Smartfren Andromax C - Cara yang di tuliskan di artikel ini merupakan cara termudah yang bisa di lakukan untuk melakukan rooting Smartfren Andromax C, kita tidak memerlukan PC untuk melakukan tutorial ini.
Jika anda mengikuti langkah - langkah dari tutorial ini maka ada 2 hal yang di dapat :
1. Smartfren Andromax C anda ter - root
2. Anda akan memiliki custom recovery (CWM)

Sebelum memulainya sebaiknya backup Smartfren Andromax C anda, dan ingat saya tidak akan bertanggung jawab jika terjadi hal - hal yang tidak di inginkan pada device anda, lakukan hanya jika anda benar - benar yakin.

Bahan - Bahan yang harus di download :
1. CWM-MaxC-temp.zip
2. CWM-MaxC.zip
3. Root-MaxC1.41.zip

Langkah - Langkah Cara Rooting Smartfren Andromax C

1. Setelah mendownload bahan - bahan yang diperlukan, pindahkan semuanya ke dalam external memory (sd card). lalu matikan device anda.

2. Tekan kombinasi tombol "Volume Down + Tombol Power" untuk masuk ke dalam menu recovery mode. pada saat di recovery mode gunakan Volume Up dan Volume Down untuk navigasi, Tombol Power untuk back dan Tombol Home untuk pilihan atau select. Tekan tombol home, ini akan memunculkan menu.

3. Pada menu pilih "Apply update from sd card", lakukan pilihan dengan file CWM-MaxC-temp.zip jangan lakukan reboot setelah installasi selesai.

4. Pilih kembali "Apply update from sd card", sekarang lakukan pilihan dengan file Root-MaxC1.41.zip. ini akan menginstall Superuser, pada tahap ini anda akan melakukan rooting pada Smartfren Andromax C anda.  Setelah selesai jangan reboot device anda terlebih dahulu.

5. Kembali pilih "Apply update from sd card", namun kali ini lakukan pemilihan file CWM-MaxC.zip lakukan instalasi sampai selesai kemudian lakukan reboot.

6. Selamat anda sudah berhasil Rooting Smartfren Andromax C anda, dan Berhasil menginstall custom Recovery CWM.


Cara Rooting Smartfren Andromax C
NOTE : 
DO IT WITH YOUR OWN RISK, THIS TUTORIAL CAN MAKE YOU LOSE YOUR DATA
READ MORE - Cara Rooting Smartfren Andromax C