Tak terasa usiaku sudah menginjak sembilan belas tahun. Tapi anehnya tak juga aku merasakan jatuh cinta pada seorang laki-laki layaknya teman-temanku yang lain. Memang sekarang aku punya pacar tapi itu hanya aku gunakan sebagai statusku saja. Aku tak mau diganggu kakak-kakak kelasku yang suka padaku. Jadi aku milih salah satu saja untuk aku jadikan pacar statusku. Tapi karena dia galak dan agak arogan aku putuskan saja. Aku tak suka dengan cowok yang kasar. Jadi sekarang aku sendiri lagi.
“Lis, kamu dapat salam”, Kata Nonik sahabatku.
“Salam??dari siapa?perasaan aku tak dekat dengan cowok.”
“Dari tetanggaku.”
“Siapa??”
“Mas Yud.”
“Yang mana to orangnya?aku baru dengar namanya. Trus dia tahu aku dari mana??”
“Tahu lah, kamu kalau mau sekolah kan lewat rumahnya, dan dia melihatmu ketika dia memberi minum sapinya.”
“Ah, aku tak tahu.”
“Gimana??kembali tidak salamnya??”
“Tidak, lagian orangnya saja aku tidak tahu.”
Seperti biasa mantan pacarku selalu cari perhatian padaku dan membuatku aku jengkel. Males rasanya melihat wajahnya. Udah orangnya kasar, penampilannya semakin tak karuan, suka nyontoh lagi jika ada PR. Membuatku semakin males saja.
“Lis, aku masih berharap ma kamu, dan aku juga berharap engkau jodohku kelak.”
“Berharap aja terus!!”
“Aku benar-benar mencintaimu Lis, hanya kamu yang aku cintai.”
“Ya udah cintai saja terus. Aku tak mau menerima kamu lagi. Kamu kasar dan malu-maluin!!”
“Kenapa aku malu-maluin kamu??”
“Iya lah!!setiap hari kamu nyontoh PR ku! Jadi cowok itu harus mandiri, pintar, bukan malah gitu. Apa kamu tidak malu nyontoh sama aku??”
“Tidak!! Lagian aku benar-benar tidak bisa mengerjakan.”
“Semua orang tidak akan bisa jika orangnya malas seperti kamu. Aku yang cewek aja bisa!!, aku tak suka cowok yang tidak pandai. Lagian aku kemarin dapat salam dari tetangga Nonik, moga-moga aja orangnya pintar dan rapi. Ndak seperti kamu!!”
“Tapi aku berdoa semoga engkaulah jodohku. Misalnya aku disuruh melamar kamu sekarang aku siap Lis, walau kamu akan kuliah akan aku tunggu.”
“Berdoa dan tunggu aja sampai kau tua!!”
Seperti biasa ketika akan berangkat sekolah saya menunggu teman-teman yang lain. Karena teman-teman biasanya lewat depan rumahku. Tak lama kemudian teman-temanku datang.
“Mbak, ayo kita berangkat.”
“Lama sekali kalian.”
“Tadi nunggu Ika, sepedanya rusak.”
Kami berangkat bareng-bareng-bereng. Kami melewati sawah yang hijau dan di kanan kiri jalan terdapat pohon jambu monyet yanh hijau. Ketika kami menyebrang sungai kami harus mengantri. Karena sungainya kecil dan bebatuannya licin, jadi harus hati-hati.
Di tengah-tengah perjalanan aku sambil naik sepedaku aku curhat sama temanku dan kebetulan masih ponakan Bapak.
“Bu lik, kemarin aku dapat salam dari anak Cokrowati, tapi aku tak tahu orangnya yang mana. Ia menitipkan salam pada Nonik, kata Nonik itu tetangganya tapi aku tak tahu mana rumahnya, aku juga tak pernah memperhatikan jika berangkat sekolah seperti ini, cuek aja. Mau sekolah ya sekolah.”
“La namanya siapa?? Tanya Nonik mana rumahnya.”
“Namanya Yud, aku tak tanya mana rumahnya. Aku tak minat, males.”
“Ya udah besok tanya ma Ninik mana rumahnya dan sekalian mana orangnya.”
“Males aku. Tiap hari selalu dapat salam tapi tak tahu orangnya.”
Tak lama kami sampai pada rumah Nonik. Dan aku melihat pintu Nonik masih terbuka, berarti itu Nonik masih di rumah dan belum berangkat sekolah. Aku berteriak memenggil Nonik. Dan Nonik menyahutnya dari dalam rumah. Lama sekali Nonik keluarnya. Aku tunggu sambil melihat orang yang sedang memberi minum sapi, tetangga Nonik juga. Tak lama Nonik keluar dan sambil senyum-senyum sendiri sambil memandang tetangga yang membri minum sapi itu.
“Senyam-senyum. Ayo cepat!!” teriakku
“Mas!!” , tiba-tiba Nonik memanggil tetangganya itu dan mereka tersenyum.
“Lama banget Non!” Tanyaku
“Aku tadi baru selesai mandi, kamu cepat sekali,Lis?”
“Cepat?? Ini tu udah siang Non, nanti kalau kita telat gimana?? Eh tadi kamu kanapa senyum-senyum sendiri gitu? Seperti tak punya dosa aja, udah ditunngu lama malah tak jelas gitu”, Tanyaku agak jengkel.
“Kamu tahu tidak orang yang memberi minu sapi tadi?? Kamu tadi melihatnya kan??” Tanya Nonik.
“Lihat, kenapa??yang tadi memberi minum sama seorang bapak-bapak tadi kan??emang kenapa?habisnya kamu lama sekali, ya udah aku melihat orang meminumi sapi aja.”
“Tadi itu yang namanya Yud, yang memberi salam kemarin.”
“Ah bodoh amat, lagian aku tak melihat wajahnya, aku hanya melihat sapinya.”
Lalu Nonik tertawa terbahak-bahak. Aku semakin terheran-heran, pikirku apanya yang lucu.
Tiba di sekolah kami memarkir sepeda kami masing-masing. Dan kami masih berjalan kaki untuk sampai sekolahan. Jalan yang licin dan menanjak. Kami mendengar orang-orang sudah membaca Asmaul Husna. Berart itu kami sudah telat. Sebelum pelajaran dimualai aturan di sekolah kami harus membaca Asmaul Husna terlebih dahulu. Kami semua lari karena telat. Tiba di sekolah guru matematika sudah ada di dalam kelas.
“Lilis!! Kamu itu cewek, kenapa kamu sering terlambat??” tanya pak guru.
“Maaf, Pak”
“Ya udah kamu saya hukum!!kerjakan soal yang ada di papan tulis itu.”
Akirnya saya mengerjakan soal sementara Nonik duduk di belakang. Aku tak pernah melihat rumus yang sulit itu, untungnya tadi malam aku belajar sama teman kecilku yang sekarang juga duduk di SMA Muhammadiyah, jadi aku bisa walau agak kesulitan. Setelah selesai tiba-tiba teman-temanku memberi tepuk tangan. Dan aku duduk di bangkuku yang paling depan sendiri.
“Kamu bisa dari mana?? Tadi teman-temanmu yang tidak telat saja tidak bisa mengerjakan.” Tanya Pak Guru.
“Tadi malam aku belajar, Pak. Belajar buku anak SMA.”
Dan pak Guru memberi senyuman padaku. Memang saya selalu telat masuk sekolah dan sering dihukum guru, tapi itu semua tak membuat aku jera.
Selesai pelajaran kami pulang bareng-bareng, tiba-tiba sepedaku rusak dan terpaksa menentunnya di temani oleh teman-temanku yang tadi pagi berangkat sekolah bareng. Pikirku pasti besok aku harus jalan kaki sendiri. Sampai rumah aku mengadu sama Bapak dan Bapak tak bisa memperbaikinya dalam dekat-dekat ini, maklum Bapak harus mengerjakan sawah yang akan ditanami padi.
Keesokan harinya aku harus bangun pagi-pagi karena nanti aku akan berjalan untuk ke sekolah. Aku berjalan sendirian dan lebih pagi dari hari-hari biasanya, tiba di depan rumah Nonik aku melihat rumah Nonik tertutup. Itu pertanda Nonik sudah berangkat sekolah. Tiba-tiba Ibu Nonik menyapa.
“Nonik udah berangkat, Lis. Lo kenapa kamu jalan kaki?mana sepedamu?” Tanya ibu Nonik.
“Rusak Bu, dan Bapak belum bisa memperbaiki, Nonik berangkat dengan siapa??”
“Tadi boncengan sama Yud”
Aku semakin binging, bukannya Yud kemarin orang yang mengirim salam kepadaku lewat Nonik, tapi kenapa jadi Nonik yang boncengan?
“Anak-anak nanti ada les untuk persiapan ujian”, Kata kepala sekolah di depan kelas.
“Waduh, aku jalan kaki, Pak, besok saja lah”, Tawarku
“Ini penting Lilis.”
Akirnya kami semua pulang soro dan aku pulang sama Nonik lagi. Tiba-tiba Yud menghampiri.
“Ayo naik Non.” Tawar Yud.
“Ini aku sama Lilis, Mas”
“Ndak apa-apa sekaian bareng aja.”
Akirnya kami bareng dan Nonik turun karena sampai di depan rumahnya. Aku pun ikut turun.
“Kenapa kamu turun, Lis?” Tanya Yud.
“Kan Nonik Turun.”
“Ya udah aku antar kamu sampai rumahmu, ini kan sudah sore.”
Akirnya aku diantar sampai rumah
Tiap pagi aku berjalan kai untuk sekolah, dan Nonik selalu diantar Yud, entah kenapa aku seperti tak suka melihat semua itu. Padahal aku tak kenal Yud. Aku marah-marrah sama Nonik di kelas. Dan semua temanku bersorak dan berkata aku sedang cemburu. Aku baru sadar kalau aku memang cemburu. Padahal aku bukan apa-apanya Yud. Pulang sekolah aku terpaksa lewat sawah agar menyingkat waktu. Tiba-tiba Yud di belakangku dan aku berlari dan Yud tetap mengejarku. Semua orang yang ada di sawah bersorak. Akirnya Yud tidak tampak. Aku berhenti sejenak untuk membersihkan sepatu yang kotor karena sawah yang aku lewati becek. Tiba-tiba Yud di belakangku membawa motor. Pikirku orang ini maunya apa?
Malam hari suara HP berbunyi, aku lihat nomor baru dan ku anggakat.
“Ini siapa??”
“Aku yang punya warong kopi.” Jawab Yud
“Ooo..ada apa??”
“Aku mau bilang sama kamu. Aku suka padamu, Lis. Dan kamu mau tidak manjadi pacarku?” Tanya Yud.
“Aku mau tapi ada syaratnya”.
“Apa?”
“Kamu jangan nakal ya?”
“Tidak, aku janji aku akan menjadi orang yang baik.”
Akirnya kami pacaran. Dan Yud merupakan cinta pertama bagiku. Baru itu aku benar-benar suka pada cowok.
Tak lama Bapak dan Mamakku tahu kalau aku pacaran dengan Yud.
“Aku tidak suka kamu pacaran dengan anak Cokrowati.” Kata Bapak
“Tapi aku benar-benar suka sama Yud, Pak”
Di situ aku dimarahi habis-habisan. Menurut mitos jika orang kampungku menikah dengan orang Cokrowati maka ada yang meninggal atau pun hidupnya sengsara.
“Aku tetap saja pada pedirianku, keyakinanku jika aku dan Yud tetap bertahan aku yakin aku bisa melewatinya. Memang aku dan Yud tak banyak komunikasi, itu karena Yud orangnya pendiam dan aku tak bisa untuk mengawali pembicaraan.
Setelah lulus sekolah aku melanjutkan untu kuliah, dan tentu mendapat dukungan dari Yud. Tiba-tiba keluarga Yud bicara dengan Nonik kalau aku dan Yud lebih baik tunangan dulu. Takut kalau nanti ada apa-apa. Hal itu disampaikan Nonik ke aku.
“Gimana, Lis? Kamu mau tidak?”
“Aku benar-benar suka ma Yud Non, jadi terserah Yud saja lah.”
Tapi Yud menolak rencana tersebut, ia belum siap karena pekerjaannya belum tetap. Dan aku bisa menerima hal ini.
Sudah lama aku tak komunikasi dengan Yud. Aku jadi takut, jangan-jangan ada apa-apa ma Yud. Aku tanyakan pada temannya yang kebetulan pacarnya Nonik. Katanya Yud tidak apa-apa dan itu membuat aku lega. Aku tetap berfikir positif, tapi aku tunggu hingga lama tak ada kabar sedikt pun dari Yud, dan aku pun terus bertanya sama teman-teman kerjanya.
“Kamu temui Yud aja langsung, Lis. Aku kasihan kamu tanya kabar ke sana ke mari. Temui aja langsung ke bengkel.” Kata teman Yud yang kebetulan pacar Nonik.
“Aku tak berani. Nanti tak enak dilihat tetangga.” Jawabku.
“Ndak apa-apa. Dari pada kamu ndak jelas seperti ini.”
“Tapi kamu tahu kan kalau Mas Yud masih sayang sama aku??”
“Ya aku tahu itu, tapi kan dia udah lama tidak memberi kabar padamu? Apa dia ndak pernah main ke rumahmu??”
“Tidak, kalau main ke rumahku aku tak akan tanya kamu terus tentang keadaannya.”
“Ya udah sabar aja kalau gitu.”
“Ya, aku akan sabar.”
Sampai aku pengumuman penerimaan mahasiswa pun Yud tak tahu dan tidak memberi ucapan selamat padaku. Aku sedikit sedih tapi aku tak bisa apa-apa kecuali menunggu kabar dia.
Aku ke Semarang bersama temanku, Yeni namanya. Di situ aku menyuruh Yeni untuk SMS sama Yud, karena pulsa aku habis. Tiba-tiba Yud membalas, aku sangat senang sekali. Akhirnya aku tahu kabar Yud. Dan aku pulangnya dijemput Yud. Disitu aku sangat bahagia.
Tak lama di rumah, aku harus kembali ke Semarang untuk mengikutu ujian. Aku bersama temanku SMP, dan aku ingin menguji kesetiaan yud yang selama ini aku tak tahu sejauh mana. Aku meminjam HP temanku dan pura-pura ingin kenalan sama dia. Ternyata hal itu direspon oleh Yud, tapi aku tak berfikir jelek tentang Yud. Karena aku benar-benar sayang sama dia. Tiba di kampus temanku ditelfon Yud, dan aku suruh dia yang angkat. Kata temanku Yud mau main ke rumahnya dan Yud membelikan pulsa untuknya. Di situ aku kecewa pada Yud, padahal aku yang pacarnya menunggu kabar darinya dengan tanya kesana kemari, malah dia mau main ke rumah temanku. Akirnya aku pasrah tetapi masih tetap berharap Yud akan setia padaku.
Sudah sebulan lebih aku tak ada komunikasi dengan Yud, dan ketika akan melihat pengumuman aku minta tolong sama temannya yang bernama Didik untu membelikan koran. Aku tak berani minta tolo,ng sama Yud, takut mengganngu kerjanya. Didik pun tak membawa koran untukku akirnya aku harus ke warnet untuk melihat pengumuman itu.
“Maaf, Lis. Tadi penjual korannya tidak lewat hari ini.” Kata Didik.
“Udah tidak apa-apa”, jawabku.
“La suruh Yud antar ke Blora aja, Lis. Dari pada kamu tidak tahu pengumumannya nanti.” Saran Didik.
“Tidak, Yud kan sibuk, aku takut ganggu, biar besok aja aku ke Blora sendiri.”
Lama aku menunngu bus, tak ada satu pun yang lewat. Tiba-tiba ada seorang cowok yang wajahnya tak asing berbincang-bincang dengan Omku, dan karena kasihan melihatku yang lama tak dapat bus dia menawariku untuk diantar.
“Ayo ikut aku aja.”
“Tidak usah, aku naik bus sajalah.”
“Nanti keburu siang dan panas.”
“ikut aja, dari pada kamu telat.” Kata Om.
Akirnya aku ikut dengannya. Kami berbeincang-bincang di tengah perjalanan dan ternyata ia bernama Lasmin, kakak kelasku waktu SMP. Setelah tiba di tempat tujuan ternyata aku di tolak di perguruan tinggi. Aku sedih dan malu sama Lasmin, tapi Lasmin malah tertawa melihatnya. Kami pulang dan Lasmin minta no HP pada ku, karena aku merasa berhutang budi padanya, aku beri saja. Dan tiba-tiba ia meminta fotoku.
“Lis, aku minta fotomu.”
“aku tak punya foto.”
“Aku foto kamu aja di HP.”
“Aku tak mau.”
Tiba-tiba tas yang aku bawa jatuh.
“Eh..eh..eh, berhenti!! Tasku jatuh.”
Kami pun berhenti dan aku turun dari motor mengambil tas, ternyata Lasmin mengambil fotoku.
“Kenapa kamu ambil fotoku?”
“Untuk kenang-kenangan saja, aku salut sama kamu, cewek desa yang suka sekolah dan sayang pada orang tua.”
“Ya udah,eh tapi kalau nanti aku disangka cewekmu gimana??”
“Ndak apa-apalah, eh ini aku mau cepat dikit, nanti Jumatan, kamu tidak takutkan aku ajak naik motor agak kencang dikit?”
“Tidak.”
Sampai di rumah Bapak dan Mamakku bertanya
“Kenapa kamu dengan Lasmin??” Tanya Bapak
“La emang kenapa? Aku kan hanya bonceng tadi, tidak ada bus, dari pada kesiangan.”
“Kok bisa ketemu?”
“Tadi dia ngobrol sama Pak lik, ya udah aku ditawari untuk bonceng, lagian dia kan mau beli selang air, Pak.”
“Bener kamu hanya bonceng?”
“Ya Allah Bapak kok gak percaya gitu, untuk apa aku bohong, aku tidak janjian kok, lagian aku udah punya pacar.”
Aku selalu di SMS sama Lasmin, itu membuat aku berfikir, andai Yud seperti Lasmin pasti aku sangat senang. Aku sama lasmin semakin akrab dan aku sering bicara lewat telepon. Dan aku pun semakin tak tahu kabar Yud.
Ketika saya membersihkan kandang sapi HP ku berbunyi dan ternyata ada SMS dari Lasmin.
Lis apa kamu mau menjadi istriku??
Aku pun menjawab
Ya aku mau, kamu mau tidak menunggu sampai lima tahun??
Ya aku mau.
Di situ aku tak pernah menganggap bahwa omongan Lasmin serius karena ia biasa bercanda. Ketika Lasmin telepon dan memanggilku dhek aku agak kaget.
“kenapa kamu memanggilku seperti itu? Tidak sopan tahu.”
“Lo emang aku salah? Sekarang kan kita pacaran?”
“Apa? Kita pacaran?”
“Ya, kemarin aku tanya kamu, kamu kan jawab kalau mau jadi istriku.”
Aku semakin bingung dan taku. Aku tanya sama Om, dan aku mengadu sambil nangis, ternyata gurauan kemarin dianggap serius. Mau tidak mau aku harus menerima semua ini, aku selalu dipojokkan oleh Om untuk bisa melupakan Yud dan menerima Lasmin. Mungkin ada benarnya. Sudah sekian lama aku menunggu kabar dari Yud, tapi tetap saja tak ada kabar. Aku dan Lasmin pacaran, tapi aku tak mencintainya. Aku pikir-pikir kasihan juga, tapi aku tak enak menarik omonganku yang salah faham itu, selain itu Lasmin orangnya baik dan perhatian.
Setelah beberapa bulan aku pacaran kami saling cerita tentang masa lalu kami masing-masing. Lasmin bercerita tentang semua mantannya. Dan aku bercerita tentang Yud.
“Kok kamu kenal Yud??” Tanya Lasmin.
“Kenal lah. Dia kan dulu pacarku, hingga sekarang tak ada kata putus, tapi aku juga tak tahu dia kemana.”
“Jadi kamu pacarnya Yud???” Lasmin kaget.
“Ia tapi itu kan dulu, aku digantung tanpa jelas, apa aku masih dianggap pacarnya atau bukan. Aku tak tahu. Kenapa kamu kaget?”
“Waduh, gimana ini.” Lasmin semakin bingung.
“La kanapa to?”
“Yud itu sahabat aku ketika STM”
“Udah tidak usah dipikir, mungkin sekarang dia juga tidak mau lagi sama aku. Kalau emang dia masih sayang ma aku, harusnya dia kasih kabar kepadaku.”
“Gimana kalau kamu kembali lagi sama Yud, aku akan mengalah demi kebahagiaan kalian.”
“Aku tidak mau, aku tidak bahagia dengan dia. Memang aku cinta sama dia, tapi aku tak tahu apa dia benar-benar cinta ma aku apa tidak.”
“Aku tahu siapa Yud, aku yakin dia sangat mencintai kamu.”
“Kalau memang dia cinta ma aku, kenapa dia menghilang bigitu aja? Harusnya kalau emang dia udah tak suka ma aku, dia bilang aja apa adanya, walau sakit aku akan memnerimanya kok.”
“Sekarang kamu pilih aku apa Yud?” Tanya Lasmin.
“Aku pilih kamu.” Walau dengan sedikit terpaksa aku katakan, karena aku memang tidak cinta dengan Lasmin.
Setelah setahun kami pacaran, dan memutuskan untuk menikah, Yud memberi ucapan padaku lewat HP.
“Salamat ya Lis, semoga engkau jadi istri yang solehah.”
Aku hanya diam dan tak bisa bicara apa-apa. Aku menutup HP dan tak kuasa menahan perih karena aku akan menikah dengan orang lain, sementara orang yang aku sayang memberi ucapan seperti itu secara langsung padaku.
“Maafkan aku Mas, aku sudah lama menunggu kabar darimu, tapi kamu tak juga memberi kabar padaku.” Kata ku dengan sedih.
“Kemarin aku tidak punya HP, jadi aku tidak bisa menghubungi kamu.”
“Setidaknya kamu beri kabar padaku Mas, walau dengan pinjam HP dari temanmu. Bukan menggantungku seperti ini.”
“Maafkan aku jika kamu menganggap aku menggantungmu, aku tak berniat begitu, aku pikir kamu tahu keadaanku karena kamu tak pernah marah padaku.”
“Asal kamu tahu ya Mas, aku tanya kesana kemari tentang kamu.”
“Yang penting kamu bahagia aku pun ikut bahagia. Aku senang kamu menikah dengan sahabatku.”
Aku terus menangis menerima kenyataan ini.
Paginya aku harus diijabkan, aku masih juga tidak percaya semua ini. Dan aku masih tetap ingat sama Yud.
Setelah kami menikah aku diajak ke rumah Yud, di situ tak ada satu kata pun yang keluar dari bibir Yud. Hatiku semakin sakit melihatnya. Aku mengajak suamiku pulang karena tidak tahan melihat Yud yang seperti itu.
“Kenapa kamu nangis dhek ?”
“Tidak apa-apa A’.”
“Kamu masih suka dengan Yud?”
“Tidak kok.” Terpaksa aku berbohong dengan suamiku.
“Kalau kamu sudak tidak ada rasa dengan Yud, kamu tidak akan menangis seperti ini.” Suamiku marah.
Aku tak bisa menjawab pertanyaan suamiku karena kenyataannya aku masih cinta dengan Yud.
Setiap aku jalan-jalan dengan suamiku dan melihat Yud, aku pasti sedih dan merasa bersalah dengan Yud.
“Kenapa diam? Biasanya kamu cerewet?”
“Tidak, pengen diam aja.”
“Pasti kamu masih ingat Yud ya?”
“Tidak.”
“Lalu kenapa kamu diam?”
Aku tak bis amenjawab pertanyaan suamiku, karena itulah kenyataannya.
Hingga satu tahun kami menikah aku sering teringat dengan Yud, apalagi kalau suamiku SMSan dengan cewek lain, aku pasti menangis dan bicara dalam hati kalau aku tidak bahagia. Dan orang yang aku ingat ketika aku sakit hati adalah Yud. Aku merasa ini hukum karma karena aku meninggalkan secara sepihak saja.
Ketika aku mendengar kabar bahwa Yud punya pacar tetanggaku, aku menangis. Entah kenapa hatiku sakit. Dan itu selalu terbawa mimpi.
“Ternya Yud udah punya pacar A’.” Aku cerita dengan suamiku.
“Siapa?”
“Diyanti, tetanggaku.”
Aku menyembunyikan suaraku yang hampir menangis.
“Kamu menangis?”
“Tidak.”
“Allah Maha Tahu.”
“Tidak, aku tidak menangis.”
Hingga sekarang aku berusaha melupakan masa laluku dengan Yud, memang agak sulit. Aku kasihan melihat suamiku, kami sudah lama menikah tapi aku belum juga bisa mencintainya. Sekarang aku akan belajar menerima takdir Tuhan dengan mencintai suamiku dan melupakan Yud. Semua ini keputusanku sendiri dan aku harus menerima segala resikonya. Inilah pilihanku.....
Inilah Pilihanku,..!!
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment