PPC Iklan Blogger Indonesia
English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Ketika Cinta Dipertanyakan??


Langit kelabu mengiringi langkah Dyan yang mulai lunglai. Peluhnya sudah bercucuran entah kemana-mana. Ia mulai berlari mengejar mobil tua yang hampir saja menabraknya tadi. Ia berlari sekuat tenaganya. Tapi,laju mobil itu pun agak tersendat melewati jalan kecil yang penuh lumpur di daerah perkampungan padat. Anak-anak berpakaian kumuh terlihat lalu lalang berlari kesana kemari dengan riang tanpa memperdulikan daerah sekitarnya yang penuh kubangan lumpur karena hujan yang baru saja turun. Belakang tubuuh Dyan juga agak kotor karena percikan lumpur yang menempel. Mobil itu lalu berhenti di tengah lapangan yang sangat hijau. Di sini tidak ada seorang anak kecil pun yang bermain. Hanya hamparan rumput yang luas saja yang berada di sekitar jauh pandangan mata memandang. Sungguh jarang dapat melihat pemandangan seperti ini di kota besar. Dyan terpaku sesaat lalu dari arah mobil itu keluarlah seorang kakek tua yang umurnya kira-kira 75 tahun. Langkah kakinya menghampiri Dyan yang baru berusia 15 tahun. Ia lalu tersenyum terhadap Dyan lalu memeluk dan mencium kening Dyan yang basah akan peluhnya. Kakek itu lalu mengusap-usap kepala Dyan dengan sangat lembut sekali.
“ Dyan! Ini adalah lapangan yang dapat menyejukan hati. Jika kamu beruntung kamu akan menemukan harta yang tak ternilai.”
“Jadi? Harta karun? Benarkah itu? Kakek tidak bohongkan sama Dyan?”
“Ia,Dyan! Ayah dan ibumu menemukan harta karun yang sangat beharga di sini. Kamu juga harus dapat menemukan harta itu.”
“Baik,Kakek! Dyan paham! Dyan akan selalu menuruti apa kata kakek. Biar ayah dan ibu selalu sayang sama Dyan walaupun mereka sudah berada di surga.”
Sang kakek tidak dapat lagi berkata-kata. Hanya buliran bening yang menetes dari mata kakek itu. Cucu tunggalnya ia peluk dengan hangatnya walaupun bau keringat bercampur lumpur telah perpadu menjadi satu. Akhirnya,langit ikut kembali menangis.
Dyan dan kakeknya berlari menuju mobil tua yang terpakir di lapangan itu. Sang kakek mencoba menghidupkan mobil tuanya dengan sabar. Dengan perlahan akhirnya mobil tua itu dapat berjalan melintasi perkampungan kumuh itu. Kakek itu membawa mobil itu dengan santai. Keluarga kecil sederhana ini hanya memiliki cinta yang sangat berarti dalam kehidupanya. sebenarnya sang kakek memiliki usaha yang telah ia rintis sejak puluhan tahun lalu tapi,usahanya kini di ambil alih oleh anaknya yang lain yang usianya amat sangat muda sekitar 20 tahunan. Dyan dan kakeknya berniat mengunjungi keluarganya di luar kota. Saat mereka hendak berangkat langit menangis lagi. Karena musim hujan sedang berlangsung. Saat mereka melewati tikungan yang sangat tajam sekali naas mobil yang mereka tumpangi mengalami kecelakaan dan mereka di larikan ke rumah sakit oleh warhga sekitar. Dalam kecelakaan itu Dyan harus kehilangan kakek yang selama ini dia sayangi. Ia juga harus kehilangan penglihatannya. Kini,Dyan tidak dapat lagi melihat indahnya dunia.
*****
2 minggu kemudian…
Dyan kini di asuh oleh tantenya yang masih berusia 20 tahunan. Nama tantenya adalah Naksita tapi Dyan lebih senang memanggil tantenya dengan sebutan Sita. Tante Sita sangat sayang sekali terhadap Dyan. Telah bertanya pada seorang dokter ternama untuk menyembuhkan Dyan. Tidak sampai 2 bulan lagi Dyan akan melihat bumi.
“Tante,terimakasih!”
“Dyan sekarang tanggung jawab Tante Sita jadi gak usah berterimakasih.”
“Tante,,,”
Dyan yang seorang diri selalu memegang boneka kelinci yang diberikan oleh sang kakeknya. Setiap sore ia selalu duduk di bawah tangga rumah tantenya. Hari-hari di laluinya dengan semangat baru yang sedang di tanamnya. Kini adalah hari ia dapat melihat kembali ia sangat senang sekali. Ia dan tantenya berjalan menggunakan mobil yang sangat mewah sekali. Hari ini adalah hari operasinya ia sangat senang sekali. Ia akhirnya dapat melihat kembali. Saat di lobi Rumah Sakit ia di suruh tantenya menunggu di kursi yang berada di sekitar sana.
“Dyan… kamu tunggu dulu di sini. Tante mau mengururus administrasi yang ini.”
“Oke,tante…!”
“Dyan jadi anak yang baik ya!”
“Ia tante!’’
Dyan yang polos itu pun duduk dengan manis di kursi. Tiba-tiba dari arah belakang ada yang menusuk-nusuk tubuh Dyan yang sedang duduk santai. Ia asanngat terkejut sekali tapi apa daya ia tidak melihat sama sekali. Hal itu di biarkan saja sampai kejadian itu terulang hingga tiga kali ia sangat geram dan akhirnya emosinya meluap-luap. Ia mulai menegaskan dirinya yang sedang duduk itu.
“Hai,hentikan!”
“Hei,marah ya!”
“Ia,kenapa? Aku sudah bosan. Kamu siapa? Mentang-mentang cowok jadi seenaknya ma cewek ya!”
“Yah,marah nie cewek…”
Duduk di samping Dyan. Cowok yang usianyan sebaya dengan Dyan. Lalu ia memperhatikan gadis manis ini dengan seksama lalu ia tertawa renyah dengan manisnya.
‘Kenapa kamu tertawa? Ada yang Lucu???”
“Gak! Hanya saja kamu lucu ya!”
“LUCU??? Whats meaning of Lucu??? Kamu nyebelin…. “
“Tu kan lucu!(senyum) mata kamu juga indah…”
“…..(Diam terpaku lalu menagis ) Oh,indah….”
“Kenapa kamu menangis???”
“Kamu menyebut mataku indah …. Sedangkan aku gak bisa melihat indahnya dunia.”
“(Setengah kaget) Apa??? Kamu Bu… Buta???”
“Ia sejak 3 bulan lalu. Aku mengalami kecelakaan. Tapi,pada hari ini aku akan menjalankan operasi.”
“Oh…. Aku mendukungmu ya!!!”
“Dukungan??? Kamu siapa sieh???”
“Oh,ya ! kita belum kenalan nama kamu siapa???”
“Nama Aku Dyana Aura Putrisca. Tapi,kamu bisa memanggil aku Dyan. Kamu sendiri siapa? Ngapain di Rumah Sakit…??? Paling jenguk keluarga atau Cek up aja!”
“Apalah artinya sebuah nama Dyan…”
“Curang!(Emosi meningkat) aku sudah memberi tahukan namaku…”
“ia… Ia… (Dengan senyum) Nama aku Putra Ryanne Alfinsya. Tapi,kamu bisa manggil aku Putra usiaku 15 tahun. Aku baru lulus SMP. Dan aku sekarang akan menjadi siswa SMA di kota ini. Hobiku main sepak bola dan favorit makananku Sate ayam aku ke siini dalam rangka jenguk keluarga. Trus… cita-citaku..(Berhenti)”
“Ah,gak peduli ma biodatamu… umur kita sama kok. Percuma aja kamu ke sini kalau Cuma gangguin pasien di sini,Tra! Kamu gak tau rasanya jadi orang sakit sieh…”
“(Diam lalu tersenyum) Ia sieh…. Eh,kayanya tante kamu sudah datang. Aku doakan kamu cepat sembuh ya! Aku tunggu kamu lo. Aku akan ada di sini selama seminggu jadi kita bisa ketemu.”
“(Senyum) janji ya! Jangan nakal !”
Cowok ini langsung pergi dengan tersenyum. Ia melangakah bagaikan kilat. Tapi,dari hidungnya mengalir darah segar makanya ia langsung pergi dari hadapan Dyan. Ia seperti sedang menyembunyikan seuatu.
“Dyan… ayo,Kita ke ruang periksa.”
“ia,tante. Put,aku duluan ya!”
“kamu bicara dengan siapa sayang?”
“Sama Putra. Dia tadi di sini. “
“Gak ada siapa-siapa. Ah,paling kamu khayal doang!’
“Mungkin …. Ya,Mungkin!”
Dyan ternyata tidak menyadari kepergian Putra yang cepat itu. Tapi,Putra telah berjanji terhadap Dyan. Dyan maju selangkah dari tempat duduknya. Mungkin benar kata tantenya yang tadi hanya khayalan Dyan saja. Ia juga beranggapan demikian. Dyan menjalani operasinya pada malam hari. Dan sukses tim medis dan para medis sangat memuasaka di pastikan 3 atau 4 hari lagi Dyan dapat melihat isi dunia. Ia sangat senang sekali. Hari kedua ia tertidur pulas di kamarnya. Ia seperti terjaga dari indahnya malam dan hujan yang turun. Tiba-tiba dari arah pintu terdengar suara yang membangunkan Dyan dari lelapnya pada malam itu. Suara langkah kaki yang misterius lalu ada tangan halus yang meraba Dyan.
“(dengan halus)Dyan…. Dyan… “
“(perlahan) Putra? Kamu datang?”
“Kan sudah janji.”
“Ini aku bawakan kue buatanku sendiri. Dan aku gak bisa kamu liat nanti saat kamu bis amelihat bumi ini. Maaf ya!’
“Kenapa? Ada apa Putra?”
“Gak… (Agak ragu). Bukannya aku gak nepati Janji. Hanya saja aku harus pergi.”
“Putra… “
“Eh,sudah malam aku pergi dulu ya!”
Putra pergi dari kamarnya Dyan ia hanya pergi seperti angin yang lalu lalang tanpa arah. Sedangkan,Dyan hanya dapat tersenyum. Ia mengira itulah teman khayalnya. Pagi pun tiba dan tantenya datang dengan senyum yang paling ceria sekali.
“Dyan… ini tante bawakan makanan.”
“Ia,tante. “
“Eh,ada makanan kue lagi. Tante minta ya!”
“Kue? Ia deh boleh aja…”
“Wah,enak sekali!”
Tante Sita membersihkan kamar itu dengan senang hati. Dyan menyadari bahwa Putra itu nyata dan dia akan selalu ada. Buktinya kue itu masih ada. Besok,menuurut dr.Andi yang menangani Dyan ia dapat membuka perban pada esok hari. Hari esok yang sangat di nantikan oleh Dyan yang senang sekali.
Hari ini adalah hari yang sangat di harapkan Dyan. Ia akan melihat dunia dan sesuai jadwal dan kehendak Tuhan YME ia dapat melihat dunia lagi. Sungguh senang sekali hati Dyan. Hari ini dia juga telah dapat pulang. Ia membawa barang-barangnya. Ia menunggu di Lobi RS sendirian. Ia sedang menunggu Tante Sita mengambil mobilnya. Ia teringat akan Putra yang tidak bisa datang pada hari itu. Ia sebenarnya menantikan teman barunya itu. Saat ia tertunduk di belakangnya ada IGD dan di dalam IGD ada seorang ana kecil yang terbaring lesu. Itu Putra di dampingi keluarganya. Di ruang dokter terdengar percakapan orang tua Putra bersama sang dokter.
“Jadi,gimana kondisi anak kami?”
“Hmm…. Bapak dan ibu yang sabar,ya!’
“Maksud dokter??? “
“Anak bapak dan fisik sangat sehat sekali. Tapi,disayangkan sekali… ia tidak boleh kecapaian. Ia sebenarnya dalam kondisi yang lemah.”
Putra mendengar percakapan itu. Ia hanya tersenyum saja. Di lobi,Dyan sangat senang akhirnya ia dapat melihat lagi. Ia sudah siap untuk bersekolah lagi. Ia akan bersekolah di salah satu SMP ternama di Kota itu. Sebenarnya ia masih memikirkan Putra. Ia sangat bingung terhadap anak satu itu. Putra datang dengan tiba-tiba dan pergi dengan tiba-tiba pula. Putra yang masih berada dalam pikirannya. Lain halnya dengan Dyan Putra sekarang sedang mempersiapkan keperluan sekolahnya. Ia sangat senang sekali. Ia juga masih memikirkan Dyan. Menurutnya Dyan akan menjadi gadis yang baik dan sopan. Begitulah pikirnya.
*****
Hari ini adalah hari pertama dia sekolah dengan seragamnya yang baru. Ia melangkahi jalan-jalan sekolahnya dengan senang sekali. Anak-anak di tahun ajaran baru juga masih terus berdatangan. Ia kini duduk di bangku kelas 1 SMA. Tepatnya di 10 A. ia sangat senang sekali. Hari-hari di laluinya dengan senang hati. Banyak juga ia memperoleh teman bahkan ia aktif di kegiatan OSIS. Ia menjadi seksi Mading. Suatu hari ia hendak memasang mading yang berada di sekitar lapangan. Ada anak-anak 10 c yang sedang berolah raga lari. Itu tidak mengganggu baginya tapi,tiba-tiba ada yang lari dengan sangat kencang tanpa memperhatiakan arah dan Brukkk… Dyan terjatuh.
“Maaf,ya!”
“Aw,kalo lari liat-liat dong!”
“Ia,maaf! (memandang wajah Dyan) eh,kamu….”
“(kesal)Apa???””
“Dyan??? Dyan… Dyana Aura Putrisca? Ia kan?”
“Ia,kamu kok tau. Eh,padahal kita gak pernah kenal sebelumnya.”
“Masa lupa…? Oh,ya ! aku yang lupa… kita pernah ketemu lo! Aku…”
“PUTRA….. ayo lari!”
“Ia,Pak Heru.”
“Putra? Putra Ryanne Alfinsya…. “
Dyan hanya dapat tersenyum. Ternyata ia dapat bertemu lagi dengan Putra. Dalam hatinya inikah Putra yang pernah mengganggu dia. Ini adalah Putra yang menjenguk dia. Dan ini benar adalah Putra. Tapi,percakapan mereka terhenti karena pak Heru,Guru Olahraga menyuruh Putra lari kembali. Dyan melangkah dengan senyum yang sangat mengembang. Nampak sekali keceriaan yang ada di wajahnya yang lugu itu. Begitu pula dengan Putra yang tersenyum. Dan saat di kantin mereka saling bertemu. Mereka semakin akrab ya,walaupun si Putra tingkahnya sangat menyebalkan sekali. Mereka sering di sindir teman-teman mereka sebagai sepasang kekasih. Tapi,Dyan dengan tegas mengatakan tidak. Saat pulang sekolah pun Putra ada di depan gerbang sekolah menunggu Dyan.
“Dyan….(Menjulurkan Lidahnya) Jelek!!!!’
“PUTRA!!!! “
“Jelekkkk…”
“Aku benci kamu….”
Dyan lari dan menangis sedih sekali. Buliran air matanya tidak bisa tertahan lagi. Ia sebenarnya sangat sayang kepada Putra yang sudah di anggap Sahabatnya itu. Tapi,Putra sering membuat Dyan sakit hati dengan ucapan Putra yang terkadang kasar yang sebenarnya bermaksud untuk bercanda semata. Putra juga merasa bersalah. Tapi,saat Dyan lari ia bertemu Patra yang baik. Ia juga adalah ketua kelas sekaligus ketua OSIS di sekolah.
“Dyan? Jangan nangis…”
“Tra…. Putra kejam.”
“Ia tapi maksudnya hanya bercanda.”
“(matanya yang berkaca-kaca) Patra…. Kamu gak tau sensitifnya hati cewek.”
“(Diam) Tapi,aku tau cara buat cewek gak nangis.”
“Caranya…”
“….. Dengarkan step by stepnya….”
Dengan tiba-tiba Patra memeluk Dyan yang sedang menangis. Dyan pun diam terpaku. Hal itu di lihat Putra yang bermaksud mengejar Dyan. Terkejutlah Dyan dengan hal itu.
“Hmm…. Ingat-ingat ini adalah TEMPAT UMUM.”
“Tra… Putra…. (melepaskan pelukan) gak ini….”
“Kak Patra jangan ambil kesempatan dong! Cewek ini kan masih single…’
“Ia,Putra. Tapi,kamu buat dia nangis.”
“Sudahlah! Ayo,Dyan kita pulang.’
Tangan Dyan di tarik oleh Putra lalu ia hanya dapat meninggalkan Kak Patra seorang diri. Sebenarnya Rumah mereka searah. Namun,Putra gak mau pulang bareng ma Dyan. Putra juga mengikuti exkul Futsal. Minggu depan kelasnya akan bertanding melawan kelas 11 IPA B yang berarti ia akan berhadapan dengan Patra. Putra sangat menantikan saat itu. Sehari sebelum pertandingan ia pke RS dan kebetulan sekali ia bertemu dr.Andi. mereka sangat akrab sekali.
“ jadi dr.Andi mau menonton pertandingan Futsal Putra?”
“Wah,dokter ingin sekali. Tapi,saya gak bisa. Putra terus jaga kesehatan ya!”
“Oo… tenang aja! Saya akan terus menjaga kesehatan saya. Kan saya sudah bertekad ingin jadi dokter.”
“Putra…. Putra….”
Sang dokter lalu berlalu. Kebetulan lagi Dyan juga berada di RS dan ia bertemu dengan Putra. Ia melihat Putra keluar dari Apotek dan membawa berbagai macam jenis obat-obatan.
“Weitzzz….Putra besok tanding lawan kak Patra ya?”
“Ah,Dyan! Ia… dukung aku ya!”
“Kamu??? Mending kak Patra yang aku dukung.”
“terserah kamu…”
“Marah ya???”
“Enggak…”
“Kamu banyak bawa obat… liat dong!”
Dengan sigapnya Putra membawa obat itu dan memalingkannya agar tidak terlihat oleh Dyan. Dyan bingung dengan sikap Putra. Tapi,ia tidak curiga dengan sikap Putra.
“Hayo… obat apa itu???”
“Ini….”
“Pasti vitamin. Atau suplemen buat stamina kamu.’
“Ia. Kamu ngapain di sini?”
“Aku ngecek mata.”
“Owh…. Jalan yuk!’”
“Kemana?”
“Ayo….”
Putra menarik tangan halus Dyan yang masih bingung dengan sikap Putra. Putra mengajak Dyan ke belakang RS di sana ada taman yang sangat indah sekali. Taman yang banyak kupu-kupu. Putra menceritakan banyak hal tentang RS itu. Putra sepertinya hafal betul dengan lokasi manapun di rumah sakit itu.
“Kamu tau gak?”
“Apa,Tra.”
“Di belakang RS ini ada perkampungan dan tepat di delakang air mancur itu ada lapangan sepak bola yangh besar sekali. Aku sering berlatih di sana dan di dekatnya juga ada danau yang sangat indah. “
“Apakah ini….”
“Apa,Dy?”
Putra menarik tangan Dyan. Mereka mengelilingi taman RS dan ternyata benar sekali di belakang air mancur itu ada lapangan yang sangat luas. Astaga,inilah lapangan yang dulu ia sering jumpa bersama kakeknya. Ia ingat jika lapangan ini akan membawa kebahagiaan karena ini adalah lapangan hijau yang mempersatukan orang tuanya. Ia tersenyum lalu buliran air matanya menetes karena terharu. Anak-anak kampung juga bermain bola dan layangan di sini. Putra juga tampaknya akrab sekali dengan tempat ini. Dyan melihat tawa manis Putra yang bermain bola bersama anak-anak yang sangat ceria sekali. Tapi,ponsel Dyan berbunyi dan ada pesan masuk dari Tante Sita. Ia harus segera menuju lobi karena tantenya sedang menunggunya. Tidak ingin mengecewakan tantenya ia pegi dari tempat itu.
“Putra… aku duluan.”
“apa? (menghampiri Dyan) baiklah. Jangan lupa besok dukung aku.”
“Putra.. (senyum pasti) Oke!”
“(mengembang senyum) trims…”
Tapi,tiba-tiba darah mengalit dari hidung Putra.
“Put,kenapa?”
“Oh,ini! Gak apa Cuma mimisan… ntar hilang kok!”
“baiklah… kamu hati-hati ya! Aku duluan….”
“ia….”
“…. Dadah….’
Dyan pergi meninggalkan Putra seorang diri bersama anak-anak kampung. Dyan merasa ada yang aneh dengan Putra. Tapi,sudahlah ia masih fokus dengan ujian kenaikan kelas. Hari yang di tunggu tiba. Hari ini pertandingan futsal antar kelas 10 C vs 11 IPA B. tapi,hari ini juga sangat membingungkan bagi Dyan. Ia bingung harus dukung Putra atau kak Patra. Tapi,pertandingan ini memang harus sportif. Pertandingan pun di mulai. Pertandingan ini sangat menegangkan di menit 5,11 IPA B sudah mencetak angka lal di susul di menit 12 Putra mencetak angka. Babak kedua juga sangat gesit sekali. Sewaktu Putra hendak menendang bola ia di tabrak dengan kasar oleh anak-anak 11 IPA B dan ia terjatuh anak-anak 11 IPA b berhasil mencetak angka dan menjadi pemenang dalam pertandingan ini. Putra belum bangkit dari tengah lapangan. Apakah ia pingsan? Hati Dyan terus bertanya-tanya. Dyan lalu menuju ketengah lapangan. Dengan lari kecil ia menghampiri Putra..
“Tra… kamu gak apa?”
“Gak kok….”
“Eh,mulut kamu berdarah…”
“Ha? Pantesan rasanya asin… hehehe…”
“Putra… (mata berkaca-kaca) sempatnya kamu tertawa…”
“Gak apa. Lo bukan gini bukan cowok namanya. Memang akunya aja yang lemah. Kena sepatu lawan.”
“Ini namanya gak sportif pertandingan harus di ulang.”
“Gak usah!”
Patra langsung datang menghampiri arah mereka. Ia tersenyum dengan wajah yang gak mendukung banget dengan ini semua.
‘’Kak Patra ini namanya curang.,,!’
“Ia… Dyan! Tra,kamulah pemenangnya yang sejati karena kamu spotif mainnya.”
“Kak Patra……. Putra gak mau menang karena kasihan dari seorang cewek.”
Putra bangkit lalu pergi meninggalkan mereka. Dyan kemudian juga ikut berlalu dari lapangan tinggalah Patra sendirian di lapangan. Seperti tiada lagi cerita di kerumunan keramaian orang. Seminggu telah berlalu ulangan kenaikan kelas telah tiba. Semua anak-anak sangat sibuk sekali dalam mengerjakan soal. Adapula yang menyontek dan mengerpek. Yah,namanya juga pelajar. Ulangan di kelas Dyan berlangsung dengan tenang. Dyan sangat fokus sekali dengan ulangannya tapi,ponselnya tiba-tiba berbunyi. Dan ia sangat kaget sekali. Ponselnya sempat di sita guru. Tapi,akhirnya di kembalikan lagi. Ternyata ada pesan masuk dan itu dari Patra dan Putra. Isi pesan itu hampir sama.

Dear Dyan
From Kak Patra
Dyan setelah ulangan selesai aku tunggu kamu di kantin. Aku ingin kita jalan dan nonton hari minggu nanti.

Dear Dyan
By Putra
Dyan aku tahu sering jail ma kamu. Jadi untuk itu semua aku undang kamu buat kue di rumahku hari sabtu besok jam 2. Aku tunggu ya… ^^

Dyan sangat senang sekali. Tepat pada hari sabtu ia datang kerumah Putra. Ia di jamu oleh orang tua Putra dengan sangat baik sekali. Mereka menganggap Dyan seperti anak mereka sendiri. Ternyata adalah putra tunggal dari keluarga ini. Putra nampaknya sangat mahir sekali memasak. Apalagi kue. Dyan sering dibuatkan kue oleh Putra. Sehingga kue buatan Putra menjadi makana favoritnya. Berat badan Dyan pun ikut naik tapi tetap stabil. Mereka di dapur asyik sekali membuat cake. Sungguh,pemandangan yang tak biasa bagi orangtua Putra. Setelah berhasil membuat kue mereka makan siang bareng. Hari ini di lalui Dyan dengan gembira. Ia juga membawa sisa kue untuk di makan di rumahnya. Ia sangat senang sekali. Kebetulan juga senin depan adalah hari penentuan kelas. Ia sangat senang sekali. Dyan memeluk boneka kelinci dari kakeknya. Ia tertawa sendirian di kamarnya. Hal itu membuat tante Sita tersenyum saja. Keesokan paginya,ia bersiap-siap hendak berangkat jogging bareng Putra. Ia sangat senang bisa melakukan hal itu. Ia lari tapi,langkah kakinya kalah cepat dengan langkah kaki Putra.
“Ayo,Dy!”
“Capek,Tra!”
“Ayo… biar lemak dalam tubuh hilang.”
“Dasar kurus….”
Mereka berlari lagi bersama-sama. Setelah kecapaian mereka sarapan bubur ayam di taman kota. Mereka seperti senang-senang. Setelah menyantap itu mereka lalu pulang kerumah. Setelah sampai rumah Dyan bersiap-siap berangkat nonton bareng kak Patra. Ia di jemput Kak Patra sekitar pukul 2 siang. Mereka pergi menggunakan sepeda motor. Mereka menghabiskan waktu menunggu film dengan makan.
“Kak Patra tadi tau gak Dyan jalan ma Putra. Putra itu larinya cepat banget.”
“Oh,Begitu!”
“Ia… Putra itu….”
Dyan terus saja membicarakan semua hal tentang Putra. Putra dan Putra sampai-sampai saat menonton film saja mereka memokuskan cerita pada Putra. Seharian jalan ada saja nama Putra di sebut Dyan. Mereka akhirnya selesai menonton film. Patra pun mengantarkan Dyan pulang.
“Dadah kakak…”
“Dah,Dyan!”
Dyan masuk rumah tanpa mengajak Patra masuk terlebih dahulu. Patra sebenarnya agak kecewa dengan semua hal yang dikatakan Dyan tadi. Ia melajukan kendaraannya dengan cepat sekali.
“Dyan… kenapa di pikiranmu hanya ada Putra dan Putra… gak taukah kamu di sini aku sayang kamu…” ucap Patra yang terus melajukan kendaraannya dengan kencang. Dan… brukkk….. kendaraannya di tabrak sebuah mobil yang melintas di jalan raya. Patra di larikan kerumah sakit. Keesokan paginya,Dyan yang santai melangkah lalu di datangi kerumunan anak OSIS. Ia bingung sekali.
“Dyan… ketua osis… kecelakaan tadi malam.”
“Kapan? Kemarin aku baru jalan ma dia. Gak mungkinlah Yan!”
“Tapi,beneran,,,, Ryan gak mungkin bohong.”
“Felis… kamu kok belain Ryan sih?”
“Sudah… sudah… Felisha… Dyan… ini berita benar ayo kita jenguk dia nanti sepulang sekolah.”
“Baiklah….”
Sepulang sekolah mereka datang ke RS menggunakan mobil milik Ryan. Sebenarnya sekolah sedang libur seminggu hanya saja karena ada urusan OSIS mereka para pengurus Osis harus datang ke sekolah. Saat mereka ke RS mereka terkena macet yang cukup panjang. Hampir 3 jam mereka terjebak macet. Akhirnya sampailah mereka di RS. Nampak Patra yang sedang makan bubur di suapi mamanya. Mamanya yang ramah lalu mempersilahkan teman-temannya masuk ke dalam kamar perawatan Patra. Ibunya menghindar dari semua teman-temannya lalu pergi seperti anngin yang sengaja lewat. Patra nampak kesakitan mengingat kakinya yang patah. Dyan mencoba duduk di samping Patra lalu dia menatap mata Patra dengan tajam. Teman-temannya hanya memperhatikan dengan tegas saja. Lalu Felisha dan Ryan keluar dari kamar itu. Kini,hanya tinggal Dyan dan Patra saja yang berada diruangan itu. Hampir 15 menit berlalu tapi tiada suar ayang terdengar dari ruangan itu. Suara detak jam saja terdengar cukup jelas karena sepinya ruangan itu. Barulah keluar kata-kata dari mulut Patra.
“Dyan…”
“Ya,kak….”
“… kamu kesini tumben gak bawa Putra.”
“Kakak ini bicara apa? Yang penting di sini sudah ada Dyan…”
“Dy… aku …. Aku…”
“Kakak kenapa? Ungkapin apa ?”
“Se… Sebenarnya aku.. aku suka…(mulai ragu)… suka kamu…”
“(diam terpana)… Su…suka?”
“Ia… kamu mau jadi pacar kakak?”
“Dyan… Dyan…(Senyum) Apa kakak gak salah?”
“Gak mungkin kakak salah…”
Sebenarnya Dyan ragu akan hal yang baru saja di ungkapkan oleh Patra. Ia masih memikirkan Putra. Ternyata di dalam hati kecilnya ada perasaan sayang yang lebih daripada teman ataupun sahabat terhadap Putra. Tapi,ia juga bingung akan perasaanya terhadap Patra. Jadi dengan ragu ia menerima Patra sebagai kekasihnya.
“Ia…kak! Dyan sayang kakak…(memeluk Patra)”
Teman-temannya lalu masuk dari arah depan lalu bertepuk tangan terhadap mereka berdua. Mereka yang malu-malu segera melepaskan kehangatan yang baru saja terajut mesra itu. Semua yang berada di ruangan itu kini penuh tawa dan senyum saja. Disisi lain RS ternyata ada Putra yang sedang cek up. Terdengar dari ruangan dokter ada percakapan yang terdengar antara dr.Andi dan Putra.
“Gimana dok? Jauh lebih baik bukan?”
“(menghela nafas) Putra… kamu minggu-minggu ini ada mengalami kelelahan?”
“Hmm… kayanya gak deh! Cuma main bola aja…”
“Tapi,dalam akhir-akhir ini ada pendarahan yang berlangsung?”
“….(berfikir sejenak) Cuma mimisan aja. Biasa aja! Yang pasti dokter gak usah khawatir. Putra akan terus pantau kesehatan Putra. Kan cita-cita Putra jadi dokter.”
“Putra semangatmu memang bagus(senyum). Tapi,dalam minggu ini kamu mengalami kondisi lemas dan mulai lelah. Serta haemoglobin menurun sehingga telapak tanganmu memutih. Saya khawatir dengan itu.”
“Dokter… Dokter gak usah khawatir. “
Putra pergi dari ruangan itu. Ia segera pergi menggunakan mobilnya. Ia tidak dapat menutupi buliran air yang kini telah mengalir di matanya. Matanya mulai sembab. Ia lalu berhenti di tengah jalan. Tubuhnya serasa demam tinggi. Matanya berkunang-kunang. Pandangannya sudah tak terarah lagi. Keseimbangannya pun mulai menghilang. Tak ada lagi yang dapat di lihatnya. Dan ia mengambil ponselnya dan ia menghubungi ibunya.
“Mama… Putra pulang mungkin akak telat..”
“Kenapa,sayang!”
“Gak apa. Putra cuman… agh…”
“Sayang kamu kenapa???”
“Gak apa Ma!”
“Bener sayang???”
“Ia…”
“Hati-hati…(mulai khawatir) sayang!”
“Ia…”
Tut..tut…tut… suara bunyi panggilan yang telah di akhiri olehnya. Sebenarnya dia ingin sekali mengatakan jika dadanya mulai sesak. Mamanya hampir saja khawatir akan hal itu. Tapi,tidak ada yang dapat memahami jalan pikirannya tersebut. Semuanya hanya dapat diam menatapnya. Sedangkan di RS,Patra sangat senang sekali. Semu ateman-temannya datang menjenguk ada teman-teman OSIS,futsal,teman sekelas dan teman-temanny ayang masih banyak lagi. Semuanya datang. Dyan juga senang sekali. Apalagi keduanya baru merajut kasih kurang dari 3 jam lamanya. Mereka tertawa dengan ceria dan bahagiapun sangat berarti walalu berada di RS. Ibu dari Patra mengajak Dyan keluar dari kamarnya. Lalu ia seperti berbisik kepada Dyan si gadis manis itu.
“Dy,kamu sayang sama Patra?”
“…Ha? Kenapa tante?”
“Dy,tante harap kamu dapat sayang sama Patra seperti Patra sayang kepaddamu.(senyum) ia,Dyan janji? Buat Patra bahagia.”
“…(agak ragu-ragu)hmm… ia tante….”
Dyan langsung tersenyum lebar. Manisnya senyumnya sangat indah sekali. Nampak kebahagiaan yang mewarnai ceria hidup barunya. Tapi,ia tersadar akan lupanya dirinya kepada Putra. Putra dan dia telah berjanji akan bertemu di taman alias lapangan RS di mana mereka bermain. Jadi,Dyan meminta ijin untuk pulang.
“Tante… Dy pulang dulu. Nanti orang rumah bingung,sudah sore pula.”
“Ia,Dy. Makasih sudah nemani Patra. Patra pasti senang sekali. “
“Ya,tante.”
“hati-hati,sayang!”
Dyan pergi dari ruangan itu. Ia berjalan agak cepat dari biasanya untuk menunggu Patra. Ia yang belum punya SIM mengendarai angkot. Ia menuju permukiman padat itu. Lalu dengan lewati berbagai kubangan lumpur. Maklum habis hujan,jadi becek. Begitulah perkampungan padat di kota besar.ada kursi panjang di tengah lapangan itu. Dyan menunggu di kursi itu. Ia menungu seorang diri bersama kesendirian. Tak lupa kado istimewa telah ia siapkan. Ia iangat hari ini adalah hari Ulang tahun Putra. Ia masih menunggu. Tapi,tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Ia lalu menuju tepi taman RS. Tapi,hingga sore sekali Putra tidak datang juga. Dengan kesal bercampur sabar ia sudah merasa kedinginan. Ia lalu meninggalkan bungkus kado berwarna biru itu dengan pita putih yang indah.
“Terlalu…PUTRA…. Jika janji gak mau nepati…” ungkap Dyan di dalm hatinya yang masih saja menggerutu. Ia lalu pergi,dan dengan basah kuyup ia pergi dengan berlari menuju belakang RS lalu pulang lewat RS. Ia memanggil taksi dan pergi begitu saja. Di tengah jalan,Putra sadar ia punya janji dengan Dyan,ia sebenarnya tadi pinsan atau tertidur di pinggir jalan ia juga tidak sadar. Ia dengan cepat menuju lapangan. Tapi,di tengah hujan itu taksi yang di tumpangi Dyan berselisih dengan mobil Putra. Dyan menyadari itu mobil Putra.
“Putra…. Ah,dia bohong juga!”
Dyan tetap melanjutkan perjalanannya. Sedangkan Putra,ia langsung berlari di lapangan itu mencari Dyan. Di tengah hujan itu,ia lalu menuju bangku yang berada di lapangan. Ia melihat ada bungkus kado bewarna biru dengan pita putih. Ia lalu mengambil kado itu.
“Happy Birthday,Friend!… Dyan… berarti kamu datang…..”
Putra lalu tersenyum lalu kembali pulang kerumahnya. Tapi,ia sebelumnya sempat mengirim pesan singkat kepada Dyan,dengan isi yang bermaksud minta maaf pada Dyan. Ia tidak bermaksud membatalkan janji dengannya. Ia mencoba mencari banyak alasan.
Malam pun tiba. Ternyata ponsel Dyan telah lama mati. Mungkin tadi lowbat itulah pikirnya. Tapi,setelah itu ia charge kembali ponselnya. Setelah itu ia aktifkan dan teet..teet… bunyi ponselnya berbunyi tan da pesan masuk. Ada 3 pesan masuk di ponselnya.
“Weh,ada pesan masuk. 3 lagi,pertama Kak Patra,Putra dan terakhir,,,, Putra lagi??? “
Ia sebenarnya agak males membaca ponselnya. Tapi,akhirnya ia baca juga pesan itu. Pertama dari Patra lalu Putra.“Dari kak Patra… Adek makasih sudah sayang sama kakak. Trus Putra…. Apa? Sms kosong… eh,yang kedua ada… Dy,maafin aku… tadi ban mobil pecah harus di bawa ke bengkel.”
Ia berfikir sejenak,”Telpon aku kek dasar teman yang aneh…” Dyan lalu mematikan ponselnya lagi. Ia lalu bersiap-siap untuk tidur.
*****
Hari ini adalh hari pertama kenaikan kelas. Sesuai harapan yang sangat Dyan inginkan dia mendapat kelas yang ia inginkan. 11 IPA 1,yah kelas harapannya. Ia sudah seminggu ini tidak tahu keadaan Putra. Kini,hanya Patra saja yangg ia tahui kabarnya. Maklum,ia selalu mendapat telepon dari Patra selama berada di RS. Pagi ini ia segera ambil pilih kelas. Ia duduk tepat di depan guru. Jam bunyi tanda masuk telah berbunyi. Semua anak-anak sudah ramai berada di dalam kelas. Saat guru masuk ternyata ada bangku yang kosong. Dengan sabar,guru itu bertanya pada siswanya.
“Selamat datang di kelas ini,nama saya Pak Samsianuddin tapi,kalian bisa memanggil saya pak Sam. Saya ingin bertanya siapa yang belum hadir di kelas ini????”
semua anak saling memandang satu sama lain. Ternyata ada seorang siswa yang mengancungkan tangannya.
“Putra,Pak. Anak 10 c.”
“Putra…” kata Dyan kaget. Ini Putra temannya yang dulu menyebalkan itu.
“Nama lengkapnya siapa???”
“Putra Ryanne Alfinsya…”
“oh,anak itu…”
Pak Sam lalu melanjutkan perkenalan denganpara siswanya. Tapi,hati Dyan bertanya – tanya di mana Putra? Ah, ia mencoba tak ambil pusing. Tapi,tidak berapa lama kemudian ada suara ketukan pintu yang ternyata itu adalah Putra.
“Maaf,pak! “
“hmm…(dengan wajah yang agak galak) kamu,Putra?”
“Ia….ia pak(takut)”
“Baik,duduk.”
Putra langsung mengambil tempat duduk Yang terlihat kosong. Tubuhnya Nampak berpeluh seperti orang yang hampir mati. Ia langsung duduk di samping temannya,Awan.
“Gila.lo! masa jam segini baru turun sekolah…”
“Awan,gue tadi…..”
“Sudah jangan ribut” suara pak Sam yang mengerikan terdengar menggema seluruh kelas. Semuua anak-anak langsung tertawa. Hanya wajah masam yang terekam oleh Dyan melihat Putra. Tapi,ada pula senyumnya keluar sedikit menunjukan aura keindahannya. Putra seperti menggerutu dengan tawaan teman-temannya itu.
*****
Hari-hari di lalui Patra dan Dyan dengan bahagia. Hampir 5 bulan berlalu. Mulai jalan,nonton dan urusan OSIS yang di bumbui kemesraan. Semua teman-temannya tahu. Termasuk Putra. Putra yang mengetahui hal itu awalnya biasa saja namun,setelah melihat kemesraan yang di lalui Dyan dan Patra ada rasa cemburu karena sahabatnya telah di ambil. Sampai suatu hari,Putra mengajak jalan Dyan karena kebetulah Dyan berulang tahun yang 16 tahun. Ia lalu menelpon Dyan. Tapi,semua tak seperti yang diharapkannya.
“Halo,Dy?”
“Ya? Ini ada apa Tra?”
“Hmm… besok kan ultah kamu! Jalan yuk…?”
“Gimana ya???(ragu-ragu) aku sudah ada janji tuh!”
“Sama Patra?”
“Tepat banget,sobat! Sory,yaw!”
“….(agak kesal)…. Ya,sudah deh! Salam buat kak Patra… moga kalian bahagia.”
“… (bingung)… kamu kok marah sih?”
“Sudah hampir 5 bulan ini kita gak ada waktu bareng…(memucak emosinya) Dy,kangen! “
“Kita satu kelas aja tu…(Mulai bosan) sudah na! aku ngantuk mau tidur….”
“Dy… kamu berubah….”
“Whatever….(menutup telepon) tutt…. Tutt…..”
Putra lalu membanting ponselnya tanpa banyak berfikir lagi. Ia bingung pada sahabatnya itu. Ia iangin sekali bersama. Sebenarnya ada perasaan sayang alias sukanya pada Dyan. Tapi,ia tidak ingin melukai Dyan. Tapi,Dyan sudah bahagia denganPatra. Putra mencoba melespakan Dyan yang sangat ia cintai. Ia menyadari akan hal itu tapi,ia akan menunggu besok pada saat waktunya tiba. Entah kapan dan tempatnya yang tak pernah ia tahu. Semua hanya kehendak Tuhan untuk menggerakan keberanian hatinya. Ia lalu mengambil boneka kellinci yang telah ia beli tadi saat mampir di toko untuk membeli bahan-bahan membuat kue. Ia ingin membuat kue tart untuk Dyan. Ia membela membuatnya hingga tengah malam. Ia juga masih menyimpan kado dari Dyan yaitu sebuah gantungan ponsel yang berbentuk sebuah bola. Dyan tahu benar kalau Putra memang penggemar futsal yang sangat fanatik. Putra hanya senyum memandangi itu semua. Kue itu telah siap. Ia juga menaruh kado yang indah di dalam tengah kue itu. Tak lupa kartu ucapan yang indah ia selipkan di dalam kado mungil itu. Dia juga membuat puisi indah yang ia selipkan dan pernyataan hatinya pada Dyan. Ia amat berharap pada potongan pertama Dyan membaca itu semua. Waktunya kini mulai terbatas untuk itu semua. Semuanya telah ia sadari betul. Masih ada hal yang harus ia kerjakan.
Hari yang di nanti tiba. Hari ini tepat 16 tahun usia Dyan. Dyan amat bahagia sekali. Pesta kebun telah dipersiapkan Tantenya dan tunangan tantenya.. Jam `20.00 malam ini pestanya akan di mulai,namun untuk siang ini ia telah mempunyai janji dengan kak Patra. Tapi,sebelumnya pagi tadi ada kue buatan Putra telah datang di kirimkan.
“Tante… Dyan berangkat..”
“Dyan…. Tunggu!”
“Ada apa?”
“Ada kue kiriman buat kamu…”
“Dari siapa?”
“Tidak ada nama pengirimnya tapi di sini tertulis…Selamat ulang tahun …. Semoga kamu bahagia….never forget me,Dy! If u forgot me…. I’m can death….”
“Putra…. Oh,makasih tante. Dayan berangkat dulu…”
Dyan lalu pergi sambil membawa kue itu. Sangat senang sekali Dyan. Ia sengaja tak membuka kue itu dengan alasan ia ingin makan bareng Patra. Jadi,ia tetap membungkus kue itu. Lalu tidak berapa lama kemudian Patra datang mennjemput. Setelah izin mereka langsung jalan menuju danau dekat kota. Mereka pergi menggunakan sepeda motor. Suasana menawan sangat tergambar pada mereka berdua. Saat kue itu di buka Patra ikut senang. Lalu saat di potong ada kado di dalamnya.
“wah,ada kado!”
“ia,ayo buka. Tapi,kamu cuci dulu di sana.”
“Ia….” Dyan lari mencuci kado itu ke pinggir danau yang sangat indah. Saat Patra memakan kue ia mendapat kejutan berupa gulungan kertas. Ia buka itu ternyata dari Putra. Tanpa ijin Dyan ia membukanya.
“Eh… ada yang nyangkut… eit,kertas…. Eh,ada isinya… dari Putra toh. Baca ah! Dyan kan cewek aku jadi ga ada salahnya juga…..Hy,Dy! Ini aku Putra. Kamu pasti tahu kue ini buatan aku hanya untuk mu….. wah,sombong banget ni Putra. Baru kue… eh,lanjut deh bacanya…. Dy,aku harap kamu bahagia dengan Patra. Dy,ultah mu yang ke 16 ini aku mau ngungkapin perasaan ku yang sebenarnya kekamu…. Sejak kita bertemu… di RS memang aku agak bodoh. Tapi,kemarahan mu awal itu padaku buatku penasaran padamu…. Aku tidak tahu sama sekali siapa kamu… tanpa sepengetahuanmu aku sempat memandang mata indahmu… aku tidak tahu dulu kamu pernah Buta. Tapi,walaupun begitu aku tetap sayang padamu,,,, kapanpun…. Never forever,Dy. I love u so much… waktuku memang harus segera berakhir tapi,,,, cintaku padamu tak akan berakhir…… Putra….” Geram sekali Patra mengetahui hal itu. Tapi,ia mencoba menyembunyikannya kepada Dyan yang baru datang itu.
“Kenapa? Kok diam aja???”
“Oh,gak apa! Eh,kadonya ini kutaruh di sini aja ya!”
“kamu kenapa?”
“(diam)… eh,ga apa! Mama nelpon… jadi aku harus segera pergi… kamu naik taksi aja… ini uangnya…”
“Patra…. Maksudmu apa???(mata berkaca-kaca) Ini ulang tahunku…. Kenapa kamu mau meneteskan air mata ini?”
“Dy,maaf! Tapi,ini demi kebaikan kita….”
Patra meninggalkan Dyan seorang diri akhirnya Dyan sendiri saja di tepi danau yang sangat indah itu. Angin membelai seakan membalut tubuh dan buliran air mata Dyan yang bingung dengan hal yang tak oernah ia ketahui. Semuanya bagaikan petir di tengah bolong yang membuat semuanya membingungkan sekali untuk Dyan. Angsa pun yang semula berenang kini terbang dan meninggalkan sejuta kedinginan den sepi yang menemani. Padahal ini tepat Ultahnya namun semua ini adalah cobaan yang berat baginya.
*****
Malam pun tibadengan gaun putih yang indah itu Dia sungguh gelisah. Apakah dua orang yang ia nanti akan datang? Semuanya hanya pertanyaan yang menghantuinya. Kado dari Putra adalah kalung yang berliontin sebuah cincin dan di sana terukir tulisan “Dye” sedang dari Patra adalah Cincin yang bertulisan “Dyana”. Dan itu telah di kenakannya. Ia menanti pada malam itu. Ia sangat bahagia sekali mengetahui Patra datang. Pesta pun diadakan dengan meriah semua temannya datang tapi,hanya Putra yang tidak datang. Tapi,hal itu tidak dapat mengganggu kebahagiaan Dyan selama ini. Malam itu di lalui dengan indah. Semuanya merasa senang. Setelah malam itu di lalui,Dyan sangat bahagia. Hidupnya seakan melayang meraih cita. Malam itu pula ia tertidur amat pulas. Selimut bagaikan awan yang berada di langit.
Dyan….. dyan…. Dyan….. selamat ulang tahun…. Kamu semakin manis saja! Hehehe…. Tapi,kamu melupakan sesuatu….. kakek sudah pernah bilang ketika cinta di pertanyakan…. Kamu harus menjawab semuanya……
“KAKEEKKKK…….. huah….huhhhh!” ternyata semua itu hanya mimpi. Dyan dengan nafas ngos-ngosan nampak melihat arah jam. Ternyata barujam dua pagi. Baginya itu adalah mimpi yang aneh tapi,bisa juga isyarat dari sang kakek yang memberikan pernyataan lewat mimpi.
“Cinta??? Apa maksudnyaaaaa?”
“Kamu kenapa?”
“Sherly,kamu tau gak maksudnya”Ketika cinta diperrtanyakan”??? aku gak paham???”
“Dyan…. Masa gitu aja gak tau,,,”
“Memang gak tau…”
“Maksudnya itu…. Saat ini kamu sedang dalam fase pencaharian cinta kamu. Kamu jadian sama Patra karena apa?”
“Gak tau….”
“nah,sekarang itu cinta kamu di pertanyakan …..”
“Masih ga paham….”
“Neng hidup jaman apa sih???”
“Ayolah,Sher!”
“Sekarang kamu harus memilih PATRA atau orang lain…”
“Orang lain???”
“Yupss…. Jangan-jangan Si Putra…”
“What??? Put… Putra??? Jangan ngaur….”
“Hehehe…. Canda aja tu….”
Sherly lalu meningalkan Dyan yang berada di depan perpustakaan. Lalu,datanglah Patra. Patra lalu mengajak jalan Dyan ikut ke kantin. Mereka makan. Tapi,Patra tahu ada yang aneh dengan Dyan. Dyan sebenarnya masih memikirkan kata “Ketika cinta di pertanyakan” apakah yang terjadi pada dirinya. Apakah ia tidak bisa sayang dengan Patra yang selalu ada atau pada Putra yang super nyebelin tapi ada hal istimewa padanya yang selalu bisa tertawa. Sungguh membingungkan sekali baginya tapi,ia sangat yakin tidak bisa mencintai Patra sebenarnya ia juga ragu. Ia hanya menganggap Patra sebagai kakaknya tidak lebih. Tapi,dengan Putra ia juga merasa sahabat walaupun ia sadar ia sayang pada Putra. Bingung selalu dalam pikirannya.
“Dy,kamu gak apa?”
“Gak apa?”
“Putra mana ya?”
“Putra???”
“Ia….”
“Jangan bahas dia.”
“Kenapa??”
“Sudahlah….”
Patra meninggalkan Dyan ia tahu Putra memiliki rasa yang lebih kepada Dyan. Ia sebenarnya tidak terima tapi,ia tidak ingin Dyan tahu semua itu. Semua hanya jadi rahasianya. Dyan mengambek juga kepada Putra dan Patra. Semuanya ia anggap menyebalkan. Tapi,saat ia pulang sekolah ia melihat Putra. Putra hampir seminggu ini tidak masuk sekolah dengan alasan sakit. Tapi,Dyan melihat Putra dalam keadaan yang sehat. Ia langsung mendatangi Putra.
“Hai,Putra!”
“Dye….?”
“Ia… katanya sakit…kok masih aja keliaran….”
“OH… anu,,,,anu,,,,,”
“Anu… anu… traktir dong! Lama nie gak jalan…”
Putra tersenyum lalu menarik tangan Dyan. Mereka segera masuk mobil. Mereka mendatangi berbagai tempat hiburan yang berada di kota. Dari makan,nonton,jalan dan beli buku bersama. Hanya tawa dan ceria. Hingga mereka berhenti di tempat pemancingan umum. Mereka mancing bareng lalu membakar ikan tangkapan sendiri bareng. Semuanya hingga mereka tak dapat makan lagi. Dan karena sudah malam mereka lalu makan es cendol di pinggir jalan. Kenapa ya? Harus es cendol bukan es krim yang bisa buat keadaan yang bisa buat SO SWEET? Ternyata alasannya adalah karena…. Entahlah mungkin hanya Putra yang tahu itu semua.
“Putra… kamu penuh kejutan ya?”
“Ah,biasa aja!”
Senyum dan tawa renyah mereka memang indah sekali di dengar. Sampai Patra melihat mereka berdua. Geram sangat Patra melihat kejadian itu. Ia langsung turun dari sepeda motornya dan ia langsung menghampiri mereka. Tanpa banyak omong terjadi bentrokan kecil antara Patra dan Putra. Hal itu membuat sedikit kegaduhan hingga membuat keributan sehingga mengalirlah buliran air mata Dyan.
“STOOPPPPPP…………………PATRA!!!!!!!! PUTRA…………!!!!!!!!!!!!”
Mereka langsung berhenti begitu saja.
“Dyan…. Sekarang kamu pilih aku atau Putra?”
“Maksudmu apa?”
“Tanya sama Putra!!!”
Patra langsung melemparkan secarik kertas kepada Dyan. Dyan lalu membacanya dan air matanya tambah menderas. Putra hanya dapat tertunduk lesu. Ia mengira surat itu telah di baca Dyan ternyata tidak sama sekali. Dyan yang telah membaca surat itu langsung pergi begitu saja. Patra juga ikut berlari mengejar Dyan. Putra tak tahu harus berbuat apa. Ia langsung pergi dengan mobilnya. Dyan tertunduk lesu lalu Patra datang dan langsung memberikan pelukan hangatnya kepada Dyan yang masih menggunakan seragam itu. Mereka lalu pulang kerumah masing-masing.
*****
Seminggu sudah tiada kabar lagi… kabar tentang Putra. Ia seperti menghilang. Hari ini Patra mengajak Dyan ke RS. Entah apa maksudnya. Dyan mau saja menuruti. Mungkin itu adalah waktu cek upnya. Tapi,tidak. Patra mengajak Dyan ke belakang RS. Dyan tidak mengerti maksud Patra. Patra menatap tajam mata Dyan. Lalu ia membisikan sesuatu ke telinga Dyan. Sebuah kata “Cinta”. Itu membuat Dyan tersanjung. Tapi,semua itu berubah ketika Patra berpaling lalu kembali bertanya membelakangi Dyan yang sedang terpaku.
“Dyan… Ketika cinta di pertanyakan…. Kamu pilih aku atau Putra?”
Dyan lanngsung terperanjat. Ia tidak mengerti maksud dari perkataan Patra.
“maksudnya?”
“Dy…. Aku tahu kamu masih berusaha cinta padaku… tapi… aku lebih senang kau dapatkan cinta pertamamu..”
“Kak Patra…” dyan langsung berlari memeluk Patra dari belakang. Dan ia langsung berkata,”Aku sayang kakak…” Patra tersenyum lalu ia berkata jua,”Maaf,Dy! Putra lebih butuh kamu…” Dyan bingung”Kakak…”
Patra langsung membawa Dyan ke kamar ICU. Disana ia melihat ada seseorang yang sedang terbaring. Dan ada sepasang orang tua yang berada di sana. Astaga! Orang tua Putra. Ya,memang Putra yang sedang di rawat di sana. Nampak kesedihan melanda orang tua Putra. Lalu,ia melihat dr.Andi berada di sana ia segera mendatangi dokter itu. Sebelumnya,Patra telah berada di ruangan tunggu ICU bersama orang tua Putra dan teman-teman yang mulai datang bahkan para guru juga datang,terutama Pak Sam wali kelasnya.
“Dr.Andi?”
“Nak,Dyan? Apa kabar?”
“Baik…”
“Dokter…. Saya boleh tanya?”
“Ia…”
“Dr.Andi…. kenapa putra?”
“(diam)… Putra….”
Dr.Andi lalu membawa dyan keruangan ia lalu menceritakan apa yang sebenaarnya terjadi. Sewktu Dyan buta dulu sebenarnya Putra sedang mengalami masapengobatan. Ia memderita kanker darah alias leukemia. Ia rajin sekali ke RS. Semenjak bertemu Dyan semangat hidupnya meningkat. Tapi,karena dia sering memaksakan diri ia jadi sering kelelahan. Bahkan demam panas sering menyerangnya. Hemaglobinnya juga mulai menurun drastis pada berapa bulan ini. Kesehatannya semakin menurun. Sendi-sendinya juga menghitam terutama di bagian tangan. Dyan merupakan semangat baru baginya. Namun,entah mengapa Tuhan berkata lain. Penyakit ini terus berkembang dann akhirnya jadi begini. Dyan yang mengetahui semua hal itu langsung menangis sedih. Kakinya seakan lunglai sekali. Atas perijinan keluarga dan dokter Dyan di perbolehkan masuk. Dyan memegang tangan Putra dengan sedihnya air matanya bercucuran. Ia langsung berbicara,”Bangun Putra!” suara raungannya terdengar seruangan itu. Lalu,ia membisikan sesuatu ke telingan Putra, “Ketika dipertanyakan… aku memilih kamu! Walaupun kita jauh dan tak bersatu” air matanya terus berbulir. Nampak juga air mata Putra mengalir…. Sepi… hanya raungan kesedihan yang ada. Tiba-tiba,Putra sadar.
“Dokterrr…..”
“Semua orang masuk ke dalam ruangan…”
“Putra…”
“Mama…. Papa….”
“Ya,sayang!”
“maafkan,Putra. Putra sering bandel.” Orang tua Putra menangis mendengarnya.
“Pak Sam dan teman-teman… terimakasih telah baik kepadaku…”
“Patra…. Nanti kita main futsal lagi ya!” patra hanya tersenyum.
“dr.Andi… terimakasih!”
“Dyan…. Maafkan aku!’’ Dyan menangis dalam peluknya.
Detak jantungnya semakin melemah dan…… teeettttttttttttttttttttttttt…………. Bunyi alat pernafasan itu. Tuhan menjemput Putra. Untuk pergi selama-lamanya. Alat pacu jantung telah di siapkanpun tidak dapat menolong lagi. Hanya tangisan kini yang berada di seluruh ruangan itu… raungan sedih…. Terutama orang tua Putra. Kesedihan saja yang ada dalam ruangan itu. Semuanya terlambat. Teringatlah semua kenangan Dyan dan Puta.
“Dyan…. Itu milik kamu?”
“Ya,boneka kelinci kakek!”
“Nanti kamu pengen jadi apa?”
“Jadi istri kamu aja ya?”
“OH,aku jadi dokter aja. Jadi semua orang bisa aku sembuhkan.”
“Ia….”
Kenangan dulu sekali. Dyan baru tahu selama ini Putra yang lalai karena sakit. Saat ultah Putra ternyata waktu itu dia pingsan di dalam mobilnya. Pak Sam tidak marah padanya karena tahu Putra baru keluar RS dan menjalani masa pengobatan. Kini,semua cita-citanya kandas di tengah jalan. Saat Putra tidak hadir dalam ultah Dyan karena dia sudah sakit. Dan perubahan sikap Patra juga karena,Putra yang sekarat telah menitipkan kebahgiaan dyan pada Tuhan dengan perantara Patra.
*****
Pemakaman Putra berlangsung dengan hikmat. Semua orang sedih sekali. Orang tua Putra memutuskan pindah keluar kota.kesedihan pun masih terasa. Duka ini memang masih terasa oleh pihak sekolah dan hati Dyan.
Setahun kemudian…..
Dyan telah lulus dari SMAnya. Ia mendapatkan penghargaan siswi teladan dari sekolahnya. Ia juga memenangkan beasiswa ke Inggris untuk menjadi seorang dokter. Tantenya juga sudah menikah dengan tunangannya dan kini telah memiliki anak kembar yang sangat lucu. Dua cowok kecil. Hari ini,adalah hari keberangkatannya ke Inggris. Ia di antar dengan tangis bahagia. Patra juga telah datang. Patra kini kuliah di fakultas hukum. Ia ingin menjadi seorang pengacara yang handar seperti ayahnya. Patra juga mengantar Dyan.
“Tante Sita! Om Kevin! Dan dua sepupuku Milky dan Melky semoga kalian sehat selalu.”
“Ia… kamu jaga diri ya!”
“Hmm….Dyan berangkat.” Dari arah pintu masuk ada seorang pria yang berlari dengan ccepat.
“Dyan…”
“Patra….” Mereka langsung saling peluk lalu mencium kening masing-masing.
“Kangenin aku ya!”
“Ia,sayang! Nanti kalo gak aku cari pacar bule aja!”
“Kamu,ya!”
“Hahahaha…..” hanya tawa semuanya saja yang terdengar. Pesawat pun telah datang,kini lambaian tangan dan perpisahan yang ada. Senyum ini pun membasahi semuanya dengan air mata bahagia. Setelah pesawat terbang,Dyan ingat ini adalah peringatan setahun kepergian Putra. Tangisnya mulai mengalir lagi. Mereka teman tapi,tidak memiliki foto satu sama lain. Dyan hanya tertawa. “Setelah kepergianmu…. Aku melanjutkan cita-citamu menjadi seorang dokter… Putra aku harap kamu selalu bahagia. Kamu tidak pernah mau berbagi padaku semua kisah sedihmu namun…Ketika dipertanyakan… aku memilih kamu! Walaupun kita jauh dan tak bersatu. Kakek,ternyata semua katamu benar tentang lapangan itu. Putra,kakek…. Tunggu aku! Aku raih dulu cita-cita di sini sebelum aku kembali kepadaNYA.” Dyan hanya tersenyum lalu mengis. Bahagia kini,ia dengan Patra. Perjalanan ini adalah awal hidup barunya yang tidak akan pernah berakhir jika dia masih hidup. Sampailah ia di bandara setelah melewati perjalanan yang sangat melelahkan. Saat ia bejalan ia menjatuhkan visanya sehingga ia harus mengambilnya. Tapi,Dyan melihat ada kaca mata yang terjatuh. Dan ia mengambilnya ternyata ituu kaca mata seseorang yang sebaya dengannya. Ternyata itu orang wajahnya sangat mirip dengan Putra. Sangat kaget Dyan.
“Put…Putra???”
“I’m sorry. “
“Ya,maaf!”
“Oh,Orang Indonesia juga.”
Setelah mengetahui sama-sama orang Indonesia mereka saling berkenalan. Ternyata nama cowok itu Dedi. Dia mahasiswa angkatan pertama di bidang Ahli Kimia, yang ternyata kampus mereka sama hanya fakultas yang berbeda. Hal ini mengingtkannya pada Putra. Tapi,Dedi ya Dedi dan Putra tetaplah Putra. Dua kpribadian yang berbeda. Tapi,Dyan tetap menjalankan studynya. Ia tahu Patra masih menunggunya.
=== Selesai ====

No comments:

Post a Comment