Kecambah atau tunas muda yang muncul dari biji-bijian yang disemaikan, ternyata merupakan "gudang" nutrisi, yang nilai gizinya jauh berlipat-lipat dibanding buah atau daunnya. Hasil penelitian menunjukkan balita yang rutin diberi kecambah dari bahan kacang-kacangan mengalami pertumbuhan fisik dan kecerdasan otak yang lebih baik.
"Munculnya tunas mengaktifkan enzim yang terdapat dalam biji-bijian, semuanya serentak menyediakan nutrisi yang paling baik untuk membantu pertumbuhan tunas. Itu sebabnya mengapa kecambah bisa disebut sebagai gudang nutrisi," kata pakar pangan yang juga Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), FG Winarno dalam diskusi "Keamanan dan Kelestarian pangan bagi Anak" yang diselenggarakan Majalah Bobo, di Jakarta, Rabu (23/7) lalu.
Dijelaskan, biji-bijian atau acang-kacangan yang dikecambahkan itu kadar protein dan vitaminnya naik berlipat-lipat. Setiap satu sel kecambah, mampu melakukan reaksi enam triliun per detik. Dari penelitian, tikus-tikus yang diberi kecambah, pertumbuhannya luar biasa.
Kandungan gizi dalam kecambah, menurut Prof Winarno, terbilang mencengangkan. Kacang yang dikecambahkan, kandungan vitamin A,B dan C-nya meningkat mulai dari 2,5 sampai 300%. "Misteri alam ini luput dari perhatian kita. Padahal kecambah siap dicerna tubuh dan menyediakan semua kebutuhan gizi yang diperlukan makhluk hidup," ujar Prof Winarno yang juga menjabat sebagai Rektor Universitas Kristen (Unika) Atmajaya itu.
Hasil penelitian itu, ditambahkan Prof Winarno, penting diketahui orangtua yang anaknya kesulitan makan. Termasuk para ibu PKK atau petugas lapangan pos pelayanan terpadu (posyandu) yang setiap kali selalu direpotkan untuk membuat kudapan bergizi bagi balita di sekitar lingkungan keluarga. Konsumsi kecambah--bisa dikeringkan lalu dijadikan bubuk tambahan pangan, bisa mendongkrak gizi balita.
"Cukup rendam cukup rendam kacang hijau, kacang tanah, kedelai, wijen, kacang merah dan jenis kacang-kacangan lain hingga tumbuh tunasnya. Biji duren, alpukat, nangka juga mempunyai kandungan gizi yang sama jika dikecambahkan. Untuk balita yang tidak mungkin makan sayuran banyak, kecambah aneka biji-bijian itu bisa dikeringkan lalu dibuat bubuk. Jadi setiap mau makan, buku kecambah tersebut tinggal ditambahkan saja ke bubur anak," tuturnya.
Namun, diakui Prof Winarno, konsumsi kecambah segar dan mentah lebih baik ketimbang kecambah yang sudah dibubuk. Bagi orang dewasa, lebih baik mengkonsumsi kecambah segar, namun bagi anak-anak lebih baik mengkonsumsi kecambah bubuk. "Lebih kepraktisannya saja. Gizinya masih cukup baik meski kecambah telah dikeringkan," kata Prof Winarno seraya menambahkan proses pengeringan kecambah bisa dilakukan dengan sinar matahari.
Kehebatan kecambah, diakui Prof Winarno, karena proses perkecambahan benih merupakan rangkaian komplek dari bahan perubahan morfologi, fisiologi dan biokimia. Protein, pati dan lipid setelah dirombak oleh enzim-enzim digunakan sebagai bahan penyusun pertumbuhan di daerah-daerah titik-titik tumbuh dan sebagai bahan bakar respirasi.
"Selama proses perkecambahan menyebabkan terjadinya perubahan nilai nutrisi yang terkandung dalam biji. Perubahan nilai nutrisi ini dapat digunakan untuk memperbaiki nilai gizi," ujarnya.
Sebuah penelitian tentang kecambah biji lamtoro (petai China) menunjukkan peningkatan nitrogen nonprotein dan penurunan kandungan nitrogen protein. Komposisi asam amino menurun pada lama perkecambahan 48 jam dan adanya peningkatan signifikan konsentrasi sistein, asam asparat dan histidin pada lama perkecambahan 72 jam. Pada lama perkecambahan 72 jam protein terlarut, maka konsentrasi protein terlarut yang tertinggi.
Ditanyakan berapa waktu terbaik untuk konsumsi bagi biji yang berubah menjadi kecambah, Prof Winarno mengatakan, tidak ada batasan yang pasti. Asalkan biji tersebut telah tumbuh tunas sepanjang 5 cm, sudah bisa dikonsumsi. "Jangan tungguh sampai akar menjadi busuk. Asalkan terlihat segar, kecambah sudah bisa dimakan," tuturnya.
Ia mengingatkan, konsumsi kecambah lebih baik dalam keadaan segar dan mentah. Karena proses pemasakan yang tidak benar dapat menurunkan, bahkan menghilangkan nutrisi yang ada dalam kecambah.
"Panas mengubah susunan makanan. makanan yang telah dipanaskan kehilangan semua daya hidupnya, dan enzyme mereka yang sangat diperlukan dihancurkan. Sistem pencernaan harus bekerja lebih keras dan lebih lama untuk dapat memproses makanan yang dimasak, agar bisa memperoleh nutrisi dan energi darinya," katanya.
Ditambahkan, sekali dimasak, makanan bisa kehilangan sampai 85 persen nilai nutrisinya. Para penyuka makanan mentah menyebutnya dengan "makanan Mati". "Karena sesungguhnya kita adalah apa yang kita makan, mengonsumsi energi yang sudah mati dari makanan mati membuat tubuh kita terasa berat dan lemah," ucapnya menegaskan. (Tri Wahyuni)
No comments:
Post a Comment