PPC Iklan Blogger Indonesia
English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Produk Pencuci Muka Scrub Tak Mampu Kikis Kulit Mati

Produk pencuci muka Scrub yang mengklaim mampu mengikis kulit mati sehingga kulit menjadi kinclong, ternyata tak sehebat sebagaimana yang diiklankan. Butiran-butiran kasar dalam Scrub tak memiliki kekuatan untuk mengikis kulit mati. Produk semacam itu hanya mampu membersihkan kotoran dan minyak di kulit.


"Mau pakai produk Scrub sampai berbotol-botol tak akan mampu mengikis kulit mati. Sebab, kulit mati itu sangat lengket dan menempel kuat di kulit, yang tidak bisa dikikis begitu saja hanya dengan produk Scrub. Itu sama saja dengan pembohongan publik," kata dr FX Hanny Suwandhani, dokter spesialis kulit dan kelamin RSPAD Gatot Subroto Jakarta, kepada wartawan, di Jakarta, Kamis (1/10).
Hanny menjelaskan, proses pengikisan kulit mati tidak bisa diatasi dengan cara biasa atau lewat produk Scrub, tetapi butuh cara yang lebih kuat yaitu "pengamplasan". Ada beberapa cara pengamplasan kulit yang umum dilakukan, yaitu dengan penggunaan bahan kimia (chemical peeling), mikrodemabrasi, dan laser.
"Sayangnya, tindakan pengikisan kulit mati atau peremajaan kulit kini banyak dilakukan salon-salon kecantikan, yang tidak memiliki kompetensi dermatologi kosmetik," ujar Hanny yang pada kesempatan itu didampingi sejawatnya, dr Abraham Arimuko, SpKK.
Sebab, menurut Hanny, proses peremajaan kulit itu membutuhkan obat-obatan yang hanya bisa diracik dan diresepkan oleh dokter spesialis kulit. Sebab, penggunaan bahan kimia sembarangan dapat mengubah struktur kulit seseorang, yang tentunya tidak akan dipahami ahli kecantikan di salon.
"Kalaupun ada nama dokter tercantum di salon kecantikan, coba teliti lagi. Kebanyakan mereka adalah dokter umum yang tidak memiliki kompetensi dermatologi kosmetik. Dinas kesehatan setempat seharusnya melakukan pengawasan terhadap salon-salon yang membuka praktik dokter kulit semacam itu," ujarnya.
Peremajaan kulit penting dilakukan tidak saja oleh kaum perempuan, tetapi juga laki-laki, agar terlihat enak dipandang. Sebab, kulit terlihat sehat dan indah, tidak kusam, keriput, dan bernoda. Terlebih di negara beriklim tropis seperti Indonesia, di mana sinar matahari yang berlimpah menyebabkan kulit mudah ternoda.
"Mulai umur 30 tahun, mulailah memperhatikan kesehatan kulit dengan menggunakan sun block jika keluar rumah agar kulit tidak terlihat gelap. Selain itu, pada usia 30 tahun, proses pertumbuhan kulit juga berlangsung lebih cepat sehingga terjadi penumpukan kulit mati yang tidak akan hilang dengan hanya sabun pencuci muka," katanya.
Larutan Kimia

Tentang chemical peeling, Hanny menjelaskan, hal itu merupakan proses pengelupasan kulit dengan larutan kimia dalam bentuk cairan yang dioleskan pada kulit. Akibat dari pembubuhan larutan kimia itu, lapisan kulit yang mati akan luruh dan kulit baru yang muda pun terlihat.
Biasanya bahan chemical peeling yang digunakan adalah bahan yang bersifat acid atau asam seperti alpha hydroxy acid (AHA), trichloroacetic acid (TCA), dan phenol. Asam yang masuk dalam golongan AHA seperti glicolyc acid termasuk jenis peeling yang ringan. Jenis ini sesuai bagi mereka yang ingin kulit wajahnya terlihat cerah, tanpa membuat iritasi seperti memerah drastis atau mengelupas parah. "Untuk peeling yang lebih dalam biasanya digunakan TCA dan phenol," ujarnya.
Penggunaan chemical peeling sangat tergantung pada kondisi kulit pasien. Tiap masalah pada kulit dibutuhkan jenis peeling yang berbeda atau jenis peeling-nya sama, tapi tingkat konsentrasinya berbeda.
"Itulah sebabnya pasien harus ke dokter kulit untuk chemical peeling karena kondisi kulit seseorang tidak sama," katanya menegaskan. Makin tinggi konsentrasi bahan aktif yang digunakan, makin tinggi pula efek yang akan dirasakan. Tidak hanya kulit yang merah dan mengelupas, kulit yang berubah warna menjadi cokelat kehitaman, bersisik atau rasa perih dan panas pun bisa terjadi. Tapi, itu merupakan bagian dari proses pengelupasan yang wajar, di mana akhirnya kulit tua akan digantikan dengan kulit yang baru. "Memang ada anggapan yang mengatakan, sering melakukan peeling akan membuat kulit menjadi tipis sehingga rentan terluka. Namun, kulit akan terus mengalami proses peremajaan sehingga tidak mungkin menjadi tipis. Sel-sel kulit akan terus memperbarui diri karena proses peeling akan mempercepat proses regenerasi," katanya.
Hanny mengakui, terlalu sering melakukan chemical peeling lama-kelamaan membuat kulit akan menebal atau imun karena kulit terbiasa dengan kombinasi dan kadar dari zat aktif yang digunakan.
"Jika hal itu terjadi, biasanya dokter akan mengganti kombinasi bahan aktif, juga konsentrasi dari bahan aktif tersebut. Jadi, tidak bisa sembarang orang melakukannya. Perlu pengetahuan, keahlian, dan art untuk menilai kondisi kulit pasien," ucap Hanny.
Pengetahuan seputar peremajaan kulit dan penuaan dini akan menjadi bahasan dalam simposium dan workshop bertema "Skin Aging and Rejuvenation Toward a Better Future", yang diselenggarakan Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (Perdoski) Cabang Jakarta dan Kelompok Studi Dermatologi Kosmetik Indonesia (KSDKI), di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta, pada 10-11 Oktober 2009. (Tri Wahyuni)

No comments:

Post a Comment